Erwin Aksa Upayakan Jalan Keluar Hambatan Non Tarif Perdagangan Dengan AS

Berita Golkar – Politisi Fraksi Partai Golkar Erwin Aksa menyoroti hambatan non-tarif yang masih menjadi kendala dalam hubungan dagang Indonesia-Amerika Serikat (AS). Persoalan ini mesti dicari jalan keluarnya agar hubungan dagang kedua negara meningkat dan saling menguntungkan.

Wakil Ketua Umum Kamar dan Industri (Kadin) Indonesia ini menjelaskan, dalam lawatannya bersama Kadin ke AS selama sepekan belakangan ini, persoalan non-tarif menjadi perhatian pengusaha dan Pemerintah AS.

“Kami bertemu dengan banyak pengusaha dan juga perwakilan Pemerintah. Keluhan-keluhan yang disampaikan, terutama terkait asesmen yang sangat lama,” kata Erwin dalam keterangan pers yang diterima Rakyat Merdeka, Sabtu (10/5/2025).

Erwin mencontohkan, perusahaan susu asal AS mengaku membutuhkan waktu tiga tahun untuk bisa masuk ke Indonesia sejak permintaan. Selain itu, ada isu birokrasi halal untuk daging, kuota untuk produk agrikultur, serta hambatan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) terhadap produk-produk teknologi seperti Apple.

“TKDN juga disampaikan. Produk seperti Apple kemarin dihambat untuk berjualan karena TKDN. Hal seperti inilah yang menjadi concern dari Pemerintah Amerika (Serikat),” ungkap Erwin.

Dia berharap, dalam waktu dua bulan ke depan akan ada relaksasi regulasi yang bisa menguntungkan kedua belah pihak.

“Kita berharap bisa memberikan yang terbaik, membeli barang Amerika (Serikat) lebih banyak. Sehingga, tarif yang diberikan kepada Indonesia bisa lebih wajar, seperti negara- negara sahabat Amerika lainnya,” harap Erwin.

Di tempat yang sama, Ketua Umum Kadin Indonesia Anindya Bakrie mengungkapkan, banyak peluang dagang bisa dimanfaatkan saat melakukan kunjungan Kadin ke Negeri Paman Sam.

Dengan peluang tersebut, nilai perdagangan Indonesia-AS dapat menembus angka 80 miliar dolar AS, atau dua kali lipat setelah proses negosiasi tarif resiprokal.

“Prediksi kami di Kadin, antara ekspor dan impor (Indonesia-AS) itu 39-40 miliar dolar AS kurang lebih. Dalam waktu 2-3 tahun, kalau kita pandai, itu bisa menjadi dari 40-80 miliar dolar AS. Dalam 4 tahun, bisa jadi 120 miliar dolar AS. Kalau misalnya kita menyiasatinya benar,” yakin Anindya.

Anindya menyebutkan, nilai ekspor Indonesia ke AS sekitar 25 miliar dolar AS dan impor 13 miliar dolar AS. Total nilai perdagangan kedua negara saat ini sekitar 40 miliar dolar AS.

Kadin optimistis, nilai perdagangan itu dapat melonjak dua kali lipat menjadi 80 miliar dolar AS dalam 2-3 tahun mendatang. Adapun negosiasi tarif yang dibuka oleh AS, sambungnya, adalah agar nilai ekspor-impor Indonesia-AS menjadi setara.

Dengan demikian, nilai impor dari AS akan meningkat 18 miliar dolar AS sebagai penyeimbang neraca perdagangan. Sehingga, total perdagangan kedua negara diprediksi naik menjadi 58 miliar dolar AS atau hampir 60 miliar dolar AS.

“Sisanya 20 miliar dolar AS akan datang dari dua belah pihak saling ekspor-impor. Kita akan ekspor lebih banyak lagi karena Amerika (Serikat) tidak menerima (impor) dari beberapa negara, seperti China,” jelasnya.

Anindya bilang, peluang dagang Indonesia untuk AS juga terbuka bagi sektor tekstil dan produk tekstil (TPT), seperti alas kaki. Dengan demikian, secara bertahap, Indonesia bisa menambah ekspor senilai 10 miliar dolar AS.

Alhasil, nilai perdagangan antara Indonesia dan AS bisa bertambah lagi menjadi 60-70 miliar dolar AS. Sebaliknya, AS memiliki peluang ekspor dalam bentuk komoditas pangan, seperti kedelai, gandum, susu, dan daging ke Indonesia.

Dengan demikian, proyeksi nilai perdagangan mencapai 80 miliar dolar AS sangat mungkin terealisasi. Bahkan, nilai perdagangan itu dapat meningkat hingga 120 miliar dolar AS atau nyaris setara dengan nilai perdagangan antara Indonesia dan China yang mencapai 130 miliar dolar AS.

“Ingat, kalau 120 miliar dolar AS itu sudah mulai sama dengan dagang (antara Indonesia) China yang 130 miliar dolar AS. Sekali lagi, ini penuh dengan catatan karena Kadin bukan yang bernegosiasi dengan pemerintah. Tetapi secara potensi ada, karena dibutuhkan dan kedua belah pihak ingin berdagang lebih,” pungkasnya. {}