Misbakhun Ingatkan Kebijakan Tarif Cukai Rokok Jangan Sampai Eksesif Hingga Rokok Ilegal Makin Masif

Berita Golkar – Ketua Komisi XI DPR RI, Mukhamad Misbakhun mendorong Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) melakukan penyesuaian terhadap aktivitas bisnis tembakau dan mengkaji ulang penerapan tarif cukai pada industri produk tembakau secara moderat sehingga penerimaan negara dapat semakin optimal.

Misbakhun menyampaikan hal itu pada rapat kerja Komisi XI DPR bersama DJBC di gedung Parlemen, Senayan, Rabu (7/5/2025).

Menurut Misbakhun, kebijakan tarif cukai hasil tembakau jangan sampai eksesif, sehingga industri hasil tembakau tidak mengalami kontraksi. Ia mencontohkan, saat Komisi XI DPR RI kunjungan ke pabrik rokok Gudang Garam beberapa waktu lalu.

“Selama ini kan kita berpihak ke Sigaret Kretek Tangan (SKT) Pak, tetapi sekelas Gudang Garam, untuk golongan Sigaret Kretek Mesin (SKM I) mengalami kontraksi yang luar biasa. Nah, konstraksi luar biasa produksinya menurun tetapi di pasar tembakau ini habis Pak,” ungkap Misbakhun, dikutip dari WartaEkonomi.

Misbakhun belum tahu persis hal itu. Mungkin apakah terjadi peningkatan impor terhadap tembakau, sehingga kalau tembakau dalam negeri habis terjadi peningkatan impor juga terhadap tembakau.

“Saya yakin yang berkembang kan ya rokok di sini rokok Madura ini Pak, rokok Madura ini kalau berkembang yang untung orang Madura Pak, mengembangkan ekonomi Madura,” ujar politikus Golkar ini dengan nada bercanda.

Menurut Misbakhun, kondisi yang dialami Gudang Garam harus dianalisis dan perlu mengatur exit strateginya, apakah ini juga dialami oleh pabrik rokok lainnya.

“Kalau ini dialami oleh pabrik rokok yang lainnya, berarti sistem tarif cukai yang selama ini selalu menggunakan single model yaitu kenaikan tarif dan selalu dikenakan pada golongan SKM I, maka kita harus mengkaji ulang, karena itu eksesif dari sisi apa produksi dan eksesif terhadap penerimaan cukai kita,” terang politisi Partai Golkar itu.

Terpisah, Perkumpulan Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) secara prinsip mendukung dirumuskannya Peta Jalan (Roadmap) kebijakan tarif cukai dan harga jual rokok eceran (HJE) untuk periode 2026-2029.

Ketua umum GAPPRI, Henry Najoan berpendapat, agar Peta Jalan (Roadmap) kebijakan ini efektif, efisien dan menciptakan iklim usaha yang kondusif, maka Perkumpulan GAPPRI meminta dua hal.

Pertama, agar selama tahun 2026 – 2029, industri hasil tembakau (lHT) diberi waktu pemulihan terutama dari tekanan rokok murah yang tidak jelas asal dan produsennya, dengan cara tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT) dan Harga Jual Eceran (HJE) tidak dinaikkan.

“Kemudian, tahun 2029 saat daya beli membaik dapat dinaikkan sesuai kondisi pertumbuhan ekonomi atau inflasi,” ujar Henry Najoan.

Kedua, pentingnya melibatkan pemangku kepentingan (stakeholders) terkait akan memastikan keseimbangan yang inklusif dan berkeadilan antara aspek kesehatan, tenaga kerja lHT, pertanian tembakau dan cengkeh, peredaran rokok murah yang tidak jelas produsennya dan penerimaan negara melalui Peta Jalan (Roadmap) IHT lndustri 2026 -2029.

“Kami berharap, semoga hasil perumusan peta jalan ini jadi solusi bagi mengamankan pendapatan negara dari sektor Cukai Hasil Tembakau, kelangsungan tersedia lapangan pekerjaan, efek ganda, nilai tambah serta pengamanan investasi,” tukas Henry Najoan. {}