Berita Golkar – Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT), Melki Laka Lena menyebut isu rabies bisa merusak reputasi suatu wilayah.
Pada pembukaan, Focus Group Discussion (FGD) bertajuk “United Against Rabies: Together for Animal Welfare”, Kamis (15/5/2025) di Hotel Harper Kupang, Melki juga meminta dukungan dari masyarakat agar membantu pencegahan dan penanggulangan.
Adapun FGD itu merupakan bagian dari Program Rabics and Animal Welfare Provinsi NTT (RAW NTT) yang diselenggarakan oleh JAAN Domestic Indonesia Foundation.
FGD ini diselenggarakan atas kerja sama lintas lembaga antara Kementerian Pertanian RI (Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan), Pemerintah Provinsi NTT (Dinas Peternakan), Universitas Nusa Cendana (Fakultas Kedokteran dan Kedokteran Hewan), serta organisasi pelindung satwa Natha Satwa Nusantara.
Melki Laka Lena menegaskan bahwa rabies bukan semata masalah kesehatan, tetapi juga menyangkut citra dan masa depan pembangunan NTT, khususnya sektor pariwisata.
“Kalau rabies masih merebak, orang takut datang ke NTT meski kita punya keindahan dan potensi pariwisata yang luar biasa. Ini soal komunikasi, edukasi, dan kolaborasi total,” kata Melki Laka Lena, dikutip dari Pos-Kupang.
Sejak pertama kali terdeteksi di Flores Timur pada 1997, rabies telah menelan ratusan korban jiwa. Data menunjukkan, terdapat 35 korban meninggal pada 2023, meningkat menjadi 46 korban pada 2024, dan per April 2025 sudah tercatat 10 orang meninggal akibat gigitan anjing rabies.
Waketum DPP Golkar itu juga mengingatkan bahwa Pulau Timor yang sempat bebas rabies kini telah terdampak sejak munculnya kasus kematian di Kabupaten TTS pada Mei 2023.
“Rabies sudah menyebar ke seluruh wilayah Timor dan bahkan menelan korban di Timor Leste,” kata Melki Laka Lena.
Pemerintah Provinsi NTT, lanjutnya, telah menerbitkan sejumlah regulasi, termasuk Peraturan Gubernur tentang Penanggulangan Rabies, yang menekankan pentingnya partisipasi masyarakat. “Sebagus apa pun regulasi, tanpa dukungan masyarakat tidak akan efektif,” kata Melki Laka Lena.
Melki Laka Lena menyoroti keberhasilan Provinsi Bali dalam menekan angka kematian akibat rabies meski jumlah kasus gigitan cukup tinggi.
Melki mengapresiasi pembentukan Tim Siaga Rabies (Tisira) di desa-desa Bali, serta mendorong replikasi program Kasira (Kader Siaga Rabies) yang telah berjalan di TTS dan Belu agar diperluas ke seluruh wilayah NTT.
“Isu rabies sangat krusial, apalagi Labuan Bajo adalah destinasi super prioritas. Satu kasus rabies bisa merusak reputasi pariwisata kita,” kata Melki Laka Lena.
Melki Laka Lena juga menekankan pentingnya pendekatan One Health dan Animal Welfare dalam penanggulangan rabies.
“Kesehatan hewan tidak bisa dipisahkan dari kesehatan manusia dan lingkungan. Kita harus menjunjung tinggi kesejahteraan hewan agar program ini berhasil secara etis dan ekologis,” ujar Melki Laka Lena.
FGD ini menjadi wadah konsolidasi lintas sektor, mulai dari pemerintah pusat dan daerah, akademisi, tokoh agama, hingga organisasi masyarakat untuk menyatukan langkah strategis dalam pengendalian rabies yang kolaboratif dan manusiawi.
“NTT harus belajar dari praktik baik di daerah lain, tetapi juga berinovasi sendiri demi melindungi masyarakat dan hewan,” ujar Melki Laka Lena.
CEO dan Founder JAAN Domestic, Karin Franken, dalam sambutan virtualnya mengapresiasi kehadiran langsung Gubernur Melki dalam kegiatan tersebut. “Ini bukti nyata dukungan Pemerintah Provinsi NTT dalam perang melawan rabies,” ujar Karin.
Ia menekankan pentingnya edukasi yang berkelanjutan, termasuk larangan konsumsi daging anjing serta pelaksanaan vaksinasi massal guna menciptakan kekebalan kelompok di populasi anjing.
Perwakilan Kementerian Pertanian RI, drh. Hastho Yulianto, menambahkan bahwa pengendalian populasi hewan liar seperti anjing dan kucing perlu dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan.
Ia menyebut meningkatnya populasi hewan terlantar di perkotaan menimbulkan gangguan kesehatan, sosial, dan lingkungan, serta meningkatkan risiko penularan zoonosis seperti rabies dan salmonellosis.
“Pengelolaan shelter hewan juga harus ditingkatkan agar tidak menimbulkan masalah baru. Kita semua punya tanggung jawab moral dan hukum untuk menjamin kesejahteraan hewan, sesuai amanat UU Peternakan dan KUHP baru,” kata Yulianto. {}