Firman Soebagyo: Industri Tekstil Terancam, Impor Ilegal Marak, Buruh Harus Siap Hadapi Otomatisasi

Berita GolkarAnggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Firman Soebagyo, menyampaikan kritik tajam terhadap pemerintah dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama pelaku industri tekstil dan batik di Senayan.
Dalam forum tersebut, Firman menyesalkan lambannya respon pemerintah terhadap inisiatif pembentukan Undang-Undang Pertekstilan, yang berdampak besar terhadap kemunduran industri tekstil nasional.

“Rancangan UU pertekstilan ini sebetulnya sudah kami sampaikan kepada pemerintah tetapi pemerintah sangat lamban untuk merespon ini sehingga banyak kehancuran di dunia pertekstilan kita, yang ketika itu adalah pernah menjadi salah satu produk andalan dari Indonesia untuk ekspor dan kebutuhan dalam negeri,” tegas Firman.

Ia juga menyoroti adanya perbedaan pandangan antara DPR dan pemerintah dalam memahami konsep dasar pertekstilan dan sandang. Perbedaan konsep antara tekstil dan sandang ini membuat proses pembuatan UU makin kompleks, sebab pemerintah ingin menyatukan dua UU ini. Kalau ini terjadi, justru tidak bisa selesaikan masalah.

“Ada dua inisiatif undang-undang yang nanti akan tiba di DPR, namun sekarang masih ada perbedaan pendapat antara pemerintah dengan badan legislasi. Rupa-rupanya lebih cerdas DPR dari pemerintah, karena pemerintah tidak bisa menjelaskan tentang perbedaan terminologi tekstil dan sandang,” ucap politisi senior Partai Golkar ini.

Namun lebih jauh, Firman yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua Umum KADIN ini menggarisbawahi bahwa tantangan masa depan industri tekstil sangat kompleks. Dari persaingan produk impor murah hingga kebijakan bea cukai yang justru melemahkan produsen dalam negeri.

“Yang paling mendasar adalah impor ilegal yang merugikan produsen lokal dan menyebabkan kerugian ekonomi, dan ini ada pembiaran dari negara. Sehingga kebijakan yang paling menyakitkan itu adalah kebijakan ketika dibukanya berpeti-peti di Bea Cukai, kemudian tengah malam langsung dikeluarkan. Ini titik tolak dari kehancuran pertekstilan kita,” ujarnya.

Ia juga menyinggung pentingnya adaptasi pelaku industri, termasuk buruh, terhadap perkembangan teknologi dan tren global. Firman mengingatkan bahwa era saat ini tidak bisa lagi bertumpu pada cara-cara lama.

“Buruh tidak bisa terus menuntut kenaikan gaji, tidak terus bisa memprovokasi untuk demo, karena tantangan ke depan itu bukan pengusaha, buruh tidak akan mungkin ada kalau tidak ada pengusaha. Kalau tidak ada investasi,” dikatakan Wakil Ketua Fraksi Partai Golkar MPR RI.

Ia juga menambahkan pentingnya pelatihan dan edukasi bagi buruh untuk dapat mengoperasikan mesin tekstil modern yang saat ini hanya membutuhkan sedikit tenaga kerja manusia. Lebih lanjut, Firman mendorong pengembangan inovasi berbasis riset sebagai solusi jangka panjang. Ia menekankan perlunya diversifikasi produk, termasuk pengembangan tekstil ramah lingkungan dan bahan baku alternatif dari sumber lokal.

“Kita bisa ambil bahan baku dari serat, serat ini bisa diambil dari pulp and paper, atau bahan baku seperti daun-daunan dari talas, daun pisang, itu bisa. Tetapi kembali lagi, hasil penelitian dari akademisi tidak pernah disentuh oleh pemerintah untuk diaplikasikan,” jelasnya.

Di akhir pernyataannya, Firman mendukung pembukaan keran impor tanpa kuota dengan pengawasan ketat untuk mencegah monopoli oleh segelintir importir. “Saya setuju dengan Pak Prabowo agar dibuka saja keran impor tanpa pakai kuota,” tutupnya.