Berita Golkar – Partai Golkar menolak usulan pemakzulan Gibran Rakabuming Raka dari kursi Wakil Presiden RI. Partai Golkar menilai tidak ada alasan dan dasar hukum yang kuat untuk melengserkan Gibran Rakabuming.
Hal ini ditegaskan Ketua Fraksi Partai Golkar MPR RI, Melchias Markus Mekeng. Politisi asal Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT) ini merespons surat dari Forum Purnawirawan Prajurit TNI yang mendesak pemakzulan Gibran.
“Tidak bisa ditindaklanjuti karena tidak ada alasan yang kuat dan tidak sesuai dengan Undang-Undang yang ada. Bagaimana mau kita melakukan itu kita negara hukum kok melanggar hukum,” kata Melchias Markus Mekeng saat dihubungi Tribunnews, Rabu (4/6/2025).
Ia menjelaskan wacana pemakzulan terhadap pejabat negara, termasuk Wakil Presiden, tidak bisa dilakukan secara sembarangan. Mekeng menekankan pentingnya menjadikan hukum sebagai landasan utama dalam setiap proses ketatanegaraan.
“Yang pasti, negara kita negara hukum. Artinya semua itu harus sesuai tata aturan hukum perundang-undangan yang berlaku,” ucapnya.
Mekeng menyatakan bahwa Fraksi Partai Golkar di MPR RI menghormati hak setiap warga negara untuk menyampaikan pendapat. Namun dia menekankan bahwa segala proses politik harus tetap berlandaskan pada hukum.
“Tapi juga memang setiap orang punya hak untuk menyampaikan pendapat, kita apresiasi itu. Bagi kami, Fraksi Partai Golkar MPR RI, kita harus mengacu kepada aturan-aturan yang ada. Pemakzulan itu kan tidak bisa dilakukan begitu saja karena kita tidak suka,” katanya.
Menurutnya, pemakzulan hanya dapat dilakukan dalam kondisi tertentu yang secara tegas diatur oleh konstitusi, seperti jika seorang pejabat meninggal dunia atau terbukti melanggar undang-undang.
“Orang bisa dimakzulkan kalau dia meninggal, atau dia melanggar undang-undang, itu baru bisa. Kalau tidak ada, kan tidak bisa. Dasarnya enggak kuat,” ucap Mekeng.
Ia juga menyebutkan bahwa pelanggaran hukum yang dapat menjadi dasar pemakzulan harus berupa tindak pidana yang jelas, seperti korupsi atau pelanggaran hukum berat lainnya.
“Jadi kita menghormati orang menyampaikan pendapat. Tetapi menurut hemat saya, pemakzulan itu tidak bisa dilaksanakan kalau tidak ada pelanggaran yang memang ada aturan atau UU yang dilanggar, misalnya korupsi atau tindak pidana yang lain,” pungkasnya. {}