Berita Golkar – Fraksi Golkar Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Jakarta menyampaikan sejumlah catatan strategis terhadap pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran 2024.
Dalam rapat paripurna Fraksi Golkar menyoroti deviasi anggaran belanja, tingginya Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA), lemahnya pengawasan internal, hingga tidak tertibnya pengelolaan aset daerah. Anggota Fraksi Golkar, Alia Noorayu Laksono, menyebutkan bahwa deviasi antara anggaran dan realisasi belanja tercatat mencapai Rp6,01 triliun.
Menurut dia, angka tersebut mencerminkan lemahnya perencanaan dan pelaksanaan anggaran. “Deviasi sebesar itu menunjukkan perencanaan yang tidak tepat dan pelaksanaan yang tidak maksimal,” kata Alia pada Selasa (17/6/2025).
Selain itu, kata Alia, Fraksi Golkar juga menyoroti tingginya nilai SiLPA sebesar Rp4,43 triliun. Angka itu, menurut Alia, bukan merupakan bentuk efisiensi, melainkan indikasi belum optimalnya penyerapan anggaran dan rendahnya eksekusi program-program prioritas.
“SiLPA sebesar itu menandakan banyak program yang tidak berjalan sebagaimana mestinya. Perlu ada evaluasi menyeluruh,” ujarnya.
Menurutnya, Fraksi Golkar juga mencatat rendahnya realisasi belanja modal, yang dianggap mencerminkan lemahnya kinerja belanja pembangunan. Ia mendorong percepatan pelaksanaan kegiatan serta kesiapan teknis sejak awal tahun anggaran.
“Kami harap tidak ada lagi pola belanja menumpuk di akhir tahun. Perangkat daerah harus lebih siap sejak awal,” ucapnya.
Tak hanya itu, isu ketertiban aset tetap daerah juga menjadi perhatian serius. Fraksi Golkar menilai pengelolaan fasilitas sosial dan fasilitas umum (fasos/fasum), khususnya balai warga, belum tertib secara administratif dan legal.
Berdasarkan laporan BPK dan temuan lapangan, banyak balai warga belum tercatat dalam sistem SIMBADA, tidak bersertifikat, serta tak jelas pemanfaatannya. Sejumlah balai warga di wilayah Jakarta Timur, Jakarta Utara, dan Jakarta Barat bahkan beralih fungsi menjadi tempat usaha atau gudang tanpa izin.
Selain itu, kondisi fisik bangunan banyak yang rusak dan tidak layak pakai. “Padahal, balai warga sangat strategis sebagai pusat interaksi sosial, pelatihan, dan penguatan komunitas,” jelas Alia.
Fraksi Golkar mendesak Pemprov Jakarta segera melakukan inventarisasi total seluruh balai warga melalui audit lintas OPD, sertifikasi aset, dan penyusunan Pergub tentang standar pemanfaatan.
Pengawasan juga perlu diperkuat lewat peta digital berbasis GIS. Golkar mendorong alokasi anggaran khusus untuk rehabilitasi balai prioritas serta menggandeng BUMD dan CSR swasta dalam program revitalisasi.
Tak hanya itu, Golkar mengusulkan balai warga dikembangkan menjadi Community Service Center sebagai pusat layanan sosial terpadu yang mendukung pendidikan informal, UMKM, dan program sosial di tingkat kelurahan. “Sudah saatnya balai warga tak hanya jadi bangunan fisik, tapi pusat penguatan sosial masyarakat,” pungkasnya. {sbr}