Ahmad Doli Kurnia Terima Aspirasi KAHMI Terkait Desakan Pengesahan RUU Pertekstilan

Berita GolkarMajelis Rayon Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) Tekstil melakukan audiensi daan penyampaian aspirasi kepada anggota Komisi II DPR RI, Ahmad Doli Kurnia dan juga Wakil Ketua Badan Legislasi DPR pada Senin (16/6).

Dalam pertemuan tersebut, KAHMI Tekstil melakukan pembahasan mengenai Rancangan Undang-Undang tentang Pertekstilan serta potensi dan tantangan di industri tekstil dan produk tekstil (TPT) nasional.

Direktur Eksekutif KAHMI Tekstil, Agus Riyanto mengatakan bahwa alumni HMI kampus tekstil Bandung tidak bisa terlepas dari perjuangan untuk pembangunan dan penguatan industri tekstil nasional. “Kami akan terus berjuang untuk membangun dan memperkuat industri tekstil nasional,” kata Agus.

Dalam kesempatan tersebut, Ahmad Doli Kurnia menyampaikan apresiasi kepada KAHMI Tekstil dalam keterlibatan untuk memperjuangkan pembangunan industri TPT. Dia menyampaikan bahwa negara Indonesia memiliki jumlah penduduk yang sangat besar. Hal tersebut tentu menjadi kekauatan jika pasar tekstil nasional dapat dikuasai oleh industri dalam negeri.

“Negara kita kan jumlah penduduknya besa rya, lebih dari 280 juta orang. Potensi pasar kita sangat bagus, jangan sampai pasar kita dikuasai oleh peredaran produk impor. Hasil produksi kita juga tidak kalah kualitasnya, banyak produk-produk dari brand ternama yang dijual di luar negeri setelah kita lihat produsennya ternyata dibuat di Indonesia,” terang Ahmad Doli Kurnia.

Dirinya juga sangat menyayangkan bahwa produk-produk tekstil dengan kebutuhan yang sangat besar ternyata diimpor dari luar negeri. “Seperti kain ihram, kain yang digunakan untuk ibadah haji dan umroh yang kebutuhan tahunannya besar di Indonesia ternyata lebih banyak impor dari pada hasil produksi dalam negeri,” tegasnya.

Sementara itu, Redma Gita Wirawasta, Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI) yang juga Presidium KAHMI Tekstil menyebutkan bahwa selama ini tidak ada payung hukum untuk industri TPT nasional.

Hal tersebut, menurutnya, menyebabkan silang sengketa regulasi yang ada antar kementerian. Selain itu, pemerintah juga tidak memiliki roadmap yang jelas untuk perlindungan industri ini, sehingga beberapa regulasi yang dibuat hanya insidental berdasarkan kondisi parsial.

“Kami meminta agar pemerintah benar-benar hadir dalam pembangunan industri TPT. Payung hukum untuk industri tekstil sangat dibutuhkan, sehingga ada roadmap yang jelas dan ketegasan pemerintah, tidak hanya insidental berdasar pada kondisi parsial yang tengah terjadi,” kata Redma.

Dia menyampaikan bahwa industri TPT dalam negeri meminta agar pemerintah tegas dalam penindakan dan pemberantasan impor ilegal. Menurut Redma, investasi untuk industri tekstil di sektor hulu sangat dipengaruhi oleh jaminan kepastian pada pasar.

“Banyaknya impor ilegal yang masuk ke pasar lokal menjadikan persaingan yang tidak sehat, hal ini mempengaruhi laju investasi tekstil di sektor hulu. Diperlukan kepastian dan konsistensi kebijakan untuk menjaga fairness competition di pasar domestic dan upaya penigkatan daya saing untuk meningkatkan kinerja ekspor,” pungkasnya.

Di akhir audiensi, KAHMI Tekstil menyampaikan usulan penguasaan pasar domestik melalui kebijakan perdagangan yang terintegrasi dengan berpedoman pada pemberantasan importasi ilegal, implementasi trade barriers seperti tariff dan bea masuk anti dumping atau safeguard, penguatan SNI produk tekstil menjadi SNI wajib dan implementasi sertifikasi halal, serta pengaturan pasar yang berpihak pada produsen lokal.

Selain itu, KAHMI Tekstil juga menyampaikan usulan untuk peningkatan daya saing yang meliputi ketersediaan energi hijau dengan harga yang terjangkau, peningkatan produktivitas tenaga kerja dan kualitas SDM industri, insentif energi, pajak, dan permodalan serta terakhir yaitu investasi BUMN di sektor hulu tekstil dan petrokimia untuk kebutuhan bahan baku tekstil serta lembaga research and development. {sbr}