Gubernur Hidayat Arsani Perjuangkan Pulau Tujuh Milik Babel Yang Diambil Alih Kepri

Berita Golkar – Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung tak tinggal diam setelah Pulau Tujuh diambil alih oleh Provinsi Kepulauan Riau.

Gubernur Provinsi Bangka Belitung Hidayat Arsani memastikan akan mengambil langkah tegas terkait status kepemilikan Pulau Tujuh, Rabu (18/6/2025). “Pulau Tujuh akan kita proses, kita ingin bicara tentang hukum makanya kita akan ke Mahkamah Konstitusi saja,” ujar Hidayat Arsani, dikutip dari BangkaPos.

Hidayat Arsani mengungkapkan dengan langkah tegas tersebut, pihaknya ingin mendorong Pulau Tujuh sebagai bagian sah dari Provinsi Bangka Belitung.

Namun disisi lain, pihaknya juga berharap dengan adanya langkah ke Mahkamah Konstitusi tidak menimbulkan konflik antara Negeri Serumpun Sebalai dengan Provinsi Kepulauan Riau.

“Kita tidak ingin membuat gaduh, tapi kita ingin hak kita dikembalikan. Hukum adalah segala-galanya, jadi sebagai Gubernur Bangka Belitung itu memang Pulau tujuh milik kami, yang sekarang diambil oleh Kepri. Kami tidak emosi tapi kami punya hukum yang kuat, dan hukumnya lah yang menentukan menang atau kalah,” ungkapnya.

Diberitakan terpisah, Emron Pangkapi, mantan Ketua DPRD Provinsi Kep. Bangka Belitung, mengungkapkan bahwa ketujuh pulau yang dikenal sebagai Pulau Tujuh sejatinya merupakan bagian sah dari wilayah Babel.

Dia berharap, kepala negara segera turun tangan mengembalikan tujuh pulau di kawasan Pekajang yang saat ini diklaim sebagai bagian dari Provinsi Kepulauan Riau (Kepri).

“Gugusan Pulau Tujuh berada di Kecamatan Belinyu Kabupaten Bangka di posisi laut Utara, yang berbatasan dengan laut Kabupaten Lingga Kepri,” jelas Emron kepada posbelitung.co, Minggu (15/6/2025) malam.

Menurutnya, sejak masa pemekaran provinsi pada tahun 2000, kawasan ini secara administratif dan geografis masuk dalam wilayah Babel berdasarkan UU No. 27 Tahun 2000.

Bahkan, dalam lampiran peta daerah yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari undang-undang tersebut, Pulau Tujuh secara terang benderang tercantum sebagai bagian Babel.

“Lampiran peta daerah yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Undang-undang secara terang benderang Pulau Tujuh masuk Babel,” tegas Emron.

Pulau Tujuh diketahui lebih dekat ke Pulau Bangka dibandingkan ke Pulau Lingga atau Singkep. Dari Belinyu, jaraknya hanya lima jam perjalanan laut menggunakan perahu nelayan. Sementara jika ditempuh dari Pulau Lingga atau Singkep, perjalanan bisa memakan waktu hingga sembilan jam.

Tak hanya dari sisi jarak, aspek administratif dan sosial ekonomi juga menguatkan posisi Babel. Sebelum wilayah ini dicantumkan sebagai bagian dari Kepri, semua kegiatan administratif, termasuk penerbitan KTP, dilakukan oleh Kecamatan Belinyu. Bahkan, menurut Emron, Camat Belinyu kala itu, Sofyan Rebuin, rutin mengunjungi pulau-pulau tersebut pada era 1990-an.

Pulau Tujuh yang sebagian besar tidak berpenghuni dikenal sebagai kawasan peristirahatan para nelayan dan menjadi pusat produksi Siput Gonggong, kuliner khas Bangka yang diwariskan turun-temurun.

Masalah muncul ketika DPR RI merancang pembentukan Provinsi Kepri bersamaan dengan pembahasan RUU tentang Babel pada tahun 2000. Meskipun pembahasan soal perbatasan sudah dilakukan secara tuntas oleh Panitia Khusus, Babel lebih dulu disahkan pada 21 November 2000, sementara Kepri molor hingga 2002 karena penolakan dari provinsi induk Riau dan Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah (DPOD).

Kekisruhan kian meruncing setelah UU tentang Pembentukan Kabupaten Lingga disahkan. Dalam undang-undang tersebut, batas wilayah Kabupaten Lingga disebut berbatasan dengan laut Bangka, membuka celah interpretasi wilayah laut yang menimbulkan konflik.

Masalah makin pelik ketika Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) pada 2022 menetapkan Pulau Tujuh masuk dalam kode wilayah Kabupaten Lingga.

“Sama dengan Aceh, penetapan batas wilayah diduga hasil negosiasi, bukan berdasarkan fakta undang-undang,” ujar Emron, yang juga mantan Koordinator Badan Pekerja Pembentukan Provinsi Babel.

Emron menambahkan, berbagai upaya telah dilakukan oleh pihak Babel untuk memperjuangkan wilayahnya, termasuk berkali-kali mendatangi Kemendagri. Namun, semua upaya itu belum membuahkan hasil.

Kini, masyarakat Babel menggantungkan harapan kepada Presiden Prabowo Subianto untuk menyelesaikan sengketa batas wilayah ini secara adil dan konstitusional.

“Kami berharap Presiden Prabowo segera mengembalikan 4 pulau milik Aceh dan 7 pulau milik Kep. Babel, sekaligus menutup peluang ‘korupsi kesewenangan’ yang sering terjadi di masa lalu,” tutup Emron. {}