Berita Golkar – Ketua Panitia Khusus (Pansus) Kawasan Tanpa Rokok (KTR) DPRD DKI Jakarta, Farah Savira mendukung Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian yang meminta pemerintah daerah (pemda) agar mempercepat penyusunan regulasi Kawasan Tanpa Rokok (KTR).
“Kita sepakat dan kita setuju dengan Mendagri. Memang dari awal dibentuknya pansus itu untuk mempercepat (Perda) KTR. Karena kita satu dari beberapa provinsi yang belum punya KTR,” kata Farah kepada wartawan, Rabu (25/6/2025), dikutip dari Akurat.
Farah menyebut, terdapat sisa tiga provinsi yang belum memiliki regulasi KTR. Yaitu Jakarta, Aceh dan Papua. Ia menyebut, pembahasan regulasi KTR ini menjadi tantangan bagi Pansus DPRD Jakarta. Sebab, DPRD Jakarta harus membuat regulasi KTR hingga tingkat terkecil.
Politisi muda Golkar ini membandingkan pembahasan regulasi KTR di Jakarta dengan provinsi lain. Di mana pembahasan di Jakarta harus lebih detail sampai tingkat RT dan RW.
“Kalau di provinsi lain, mereka bisa menyerahkan (pembahasannya) ke kabupaten/kota, untuk menyelesaikan detail dari aturannya. Jadi kita akan berat di sini. Karena kita menanggulangi sampai tingkat RT dan RW,” katanya.
Farah Savira memastikan, saat ini Pansus KTR DPRD Jakarta sedang menyusun regulasi aturan ini secara seksama dan bijak, agar tidak merugikan berbagai pihak.
“Jadi bagaimana kita bisa menyikapinya dengan seksama dengan bijak. Mempertimbangkan kedua belah pihak, dengan tetap mengutamakan Kesehatan, tapi tidak memungkiri bahwa ada aspek-aspek kehidupan lain yang harus diperhatikan,” tukasnya.
Diketahui, Mendagri Muhammad Tito Karnavian meminta Pemda yang belum menyusun Perda tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) agar segera menyusun regulasi tersebut.
Ia menjelaskan, sejak 2011 Kemendagri bersama Kementerian Kesehatan (Kemenkes) telah menerbitkan Peraturan Bersama Nomor 7 Tahun 2011 tentang Pedoman Pelaksanaan KTR. Peraturan ini menjadi landasan bagi Pemda untuk mengimplementasikan Perda KTR.
“Namun kenapa ini tidak jalan? Karena memang banyak tantangan. Di samping kita ketahui bahwa pabrik rokok menghasilkan penerimaan negara untuk petani, pekerja dari hulu sampai hilir. Pada dasarnya dengan Perda KTR ini negara mengendalikan, bukan mematikan,” tutur Tito. {}