DPP  

Henry Indraguna Sambut Positif Terbitnya PP Korupsi: Upaya Ampuh Tekuk Dalang Melalui Kawan Keadilan

Berita GolkarPeraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 2025 tentang Penanganan Secara Khusus dan Pemberian Penghargaan bagi Saksi Pelaku, akhir pekan lalu telah diteken Presiden Prabowo Subianto.  Singkatnya, PP yang direstui Presiden ini akan menjadi petunjuk teknis pemberian penghargaan kepada tersangka, terdakwa, dan terpidana yang mau bekerja sama mengungkap sebuah kasus dengan aparat penegak hukum.

PP yang intinya memberikan ruang pembebasan bersyarat bagi Justice Collaborator (JC) membuka jalan, dalam hal ini untuk menangkap aktor utama korupsi. Dengan syarat ketat, kebijakan ini diharapkan mengubah wajah dan sejarah pemberantasan korupsi di Indonesia. Ini sekaligus mengambil pelajaran dari plea bargain di Amerika Serikat (AS).

Juru bicara KPK Budi Prasetyo menyebut bahwa PP tersebut bukanlah jalan pintas dan jalan pamungkas bagi kawan keadilan. Justice Collaborator, kata Budi, harus memberikan kontribusi nyata, seperti mengungkap jaringan besar dan dalang dari kejahatan extraordinary, dengan syarat sangat ketat.

Dalam kasus e-KTP, Justice Collaborator membantu menyeret pejabat tinggi yang ikut mengatur dan kebagian harta haram itu. Pakar hukum Prof. Dr. Henry Indraguna, SH.MH mendukung pandangan KPK dan DPR RI tersebut dengan menyebut kebijakan ini menjadi angin segar bagi upaya pemberantasan korupsi.

Khusus dalam kasus korupsi, PP ini, urai Prof Henry, tidak sekadar angin segar saja. Akan tetapi juga bisa menjadi palu godam bagi mastermind atau dalang korupsi.

Maklum, dalam kebanyakan kasus korupsi, polisi dan jaksa kerap kesulitan mengungkap keterlibatan aktor korupsi jumbo lantaran minimnya bukti jejak mereka dalam korupsi tersebut, kecuali ada peran lingkaran utama mereka sebagai JC yang saat ini telah diatur dalam peraturan pelaksanaannya dalam PP tersebut.

Penasehat Ahli Balitbang DPP Partai Golkar ini menyebut hadirnya PP 24/2025 menjadi alat cukup ampuh untuk menekuk dalang kejahatan melalui kawan keadilan.

“PP ini memperkuat upaya membongkar korupsi yang saling ditutupi oleh mereka yang terlibat,” ujar Prof Henry di sela-sela memperingati 1 Syuro/ 1 Muharam Tahun Baru Islam 1447 H di Surakarta, Jum’at (27/6/2025)

Menurut Prof Henry kasus suap di beberapa Kementerian/ Lembaga seperti waktu kasus Wisma Alet Kemenpora dan E-KTP Kemendagri atau kasus korupsi jumbo lainnya membuktikan Justice Collaborator bisa mengungkap aktor utama atau master mind kejahatan extraordinary ini.

“Semua tentu ada risiko penyalahgunaan di setiap kekuasaan seperti yang diingatkan oleh Sejarawan Dunia Lord Acton yakni “power tends to corrupt, and absolute power corrupt absolutely” atau kekuasaan itu cenderung korup, dan kekuasaan yang absolut cenderung korup secara absolut. Namun di sini juga ada,” jelas Profesor dan Guru Besar Unissula Semarang ini.

Untuk mencegahnya, dia mengusulkan panel independen untuk mengevaluasi permohonan, laporan publik berkala, dan sanksi tegas bagi pelaku yang memanipulasi status. “Transparansi adalah kunci utamanya,” tandasnya.

Menurut Prof Henry, PP 24/2025 secara substansi mirip plea bargain di AS. Dalam plea bargain, pelaku mendapat keringanan hukuman demi mengungkap kasus besar, seperti skandal Enron. Namun, plea bargain lebih fleksibel dan kadang dikritik kurang transparan.

“Indonesia harus belajar dari AS soal dokumentasi publik, tapi tetap tegas seperti Operation Car Wash Brasil,” kata Doktor Ilmu Hukum UNS Surakarta dan Universitas Borobudur Jakarta ini.

Bagi Wakil Ketua Dewan Pembina Kongres Advokat Indonesia (KAI) ini, yang utama bagi penegakan hukum adalah hadirnya keadilan.

Prof Henry mengingatkan pandangan seorang pemikir Romawi, Ia Cicero yang pernah menyebut bahwa keadilan tanpa kebijaksanaan masih bisa diterima publik. Akan tetapi kebijaksanaan tanpa keadilan sama saja tak ada nilainya.

“Maka tansparansi pelaksanaan penegakan hukum akan menjamin keadilan PP ini,” tandas Ketua DPP Ormas MKGR.

Sementara itu, dalam dinamika perjalanan PP ini juga menuai pro dan kontra. Sebagian memuji potensinya, tapi ada kekhawatiran jadi celah impunitas atau kenirpidanaan yang berarti pembebasan dari hukuman atau kehilangan atau melepaskan diri dari denda.

“Makanya saya bilang, sangat penting adanya pengawasan ketat dan dapat mengambil pelajaran dari plea bargain ini,” tegas Wakil Ketua Dewan Penasehat DPP AMPI dan juga Waketum DPP Bapera ini.

Leave a Reply