Berita Golkar – Pemerintah Indonesia terus mengupayakan kesepakatan dengan Amerika Serikat (AS) menjelang batas waktu atau deadline negosiasi tarif impor yang dibuat Presiden AS Donald Trump.
Sebelumnya, Presiden AS Donald Trump telah menetapkan tenggat waktu penundaan tarif resiprokal terhadap Indonesia pada 8-9 Juli 2025.
Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan Indonesia sudah menyampaikan penawaran kedua atau second offer kepada pemerintah AS.
Tim negosiasi Indonesia juga saat ini berjaga penuh di Washington DC untuk merespons cepat apabila ada permintaan atau klarifikasi lanjutan dari otoritas AS.
“Indonesia punya second offer dan ini sudah diterima oleh AS. Kita sudah bicara juga dengan USTR, Secretary of Commerce dan Secretary of Treasury,” jelas Airlangga di kantor Kementerian Perdagangan, Jakarta, Senin (30/6/2025), dikutip dari Kumparan.
Katanya, saat ini Indonesia membuka peluang investasi bagi AS di sektor critical mineral atau mineral kritis. Skema investasi ini bakal melibatkan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara) sebagai mitra pengelola.
“Indonesia juga menawarkan ke AS critical mineral untuk AS bersama Danantara untuk melakukan investasi di dalam ekosistem critical mineral. Indonesia sendiri juga sudah mengatakan bahwa kebutuhan Indonesia untuk energi dan agrikultura itu sebagian juga akan diambil dari AS,” lanjutnya.
Mineral kritis tersebut mencakup komoditas seperti tembaga, nikel, dan sejumlah bahan baku utama lainnya yang vital untuk berbagai industri strategis. Mulai dari industri kendaraan listrik (EV), perangkat elektronik, alat-alat pertahanan dan militer, hingga kebutuhan antariksa.
Menurut Airlangga, skema investasi yang ditawarkan bersifat brownfield, dalam arti pada proyek-proyek yang sudah berjalan di Indonesia. Dia mencontohkan keterlibatan lama AS dalam kepemilikan PT Freeport Indonesia yang sudah berlangsung sejak 1967, sebagai salah satu sumber tembaga utama dunia.
Meski demikian, rincian proyek investasi yang ditawarkan kepada AS masih bersifat tertutup. Dia menilai, Pemerintah Indonesia dan pihak otoritas AS tengah membahas detailnya secara internal karena terikat perjanjian non-disclosure agreement (NDA).
“Ke depan critical mineral kan untuk industri ekosistem elektronik, industri peralatan militer dan juga angkasa luar. Semuanya butuh kabel, semuanya butuh copper, kita sudah punya copper,” ujar Airlangga. {}