Berita Golkar – Anggota Komisi IV DPR RI, Firman Soebagyo, mengkritik keras kebijakan pemerintah yang dinilai tidak berpihak pada kekuatan pangan lokal. Di tengah ketergantungan tinggi terhadap impor gandum, Firman menilai pemerintah justru membiarkan dominasi segelintir kelompok oligarki dalam rantai pasok pangan nasional.
“Pemerintah seolah tutup mata dan telinga terhadap impor gandum dalam jumlah besar. Padahal singkong memiliki asas manfaat luar biasa dan bisa menjadi substitusi pangan,” kata Firman, Sabtu (5/7/2025).
Politisi senior Partai Golkar ini menilai ketergantungan pada gandum justru memperlemah ketahanan pangan nasional yang seharusnya bisa dibangun dari potensi dalam negeri. Ia mencontohkan singkong sebagai komoditas strategis yang manfaatnya sangat luas, namun tidak mendapat perlindungan kebijakan yang memadai. Persoalan yang dihadapi petani singkong, kata dia, tidak hanya terjadi di Lampung, tetapi juga meluas ke berbagai daerah lainnya.
Firman yang juga Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia ini mengusulkan agar singkong dimasukkan secara tegas dalam daftar komoditas strategis yang dilindungi negara. Ia menekankan pentingnya penguatan regulasi melalui Rancangan Undang-Undang (RUU) Komoditas Strategis yang tengah digodok di DPR.
“Singkong harus masuk dalam berbagai elemen regulasi, baik di RUU Komoditas Strategis maupun di RUU Energi Baru Terbarukan, sebagai bahan baku energi seperti bioetanol, biogas, dan biodiesel,” jelas anggota Badan Legislasi DPR itu.
Selain aspek regulasi, Firman juga mendorong pemerintah untuk mengevaluasi kinerja kementerian terkait serta menetapkan kebijakan harga yang adil bagi petani. Ia menilai negara seharusnya tidak ragu mengambil kebijakan harga yang berpihak pada rakyat.
“Apa salahnya negara menentukan harga eceran tertinggi dan terendah untuk produk pertanian? Kalau lebih mahal 10–12 persen, toh itu untuk rakyat Indonesia, bukan rakyat luar negeri,” tambah Wakil Ketua Fraksi Golkar di MPR.
Menurut Firman, singkong memiliki nilai strategis yang jauh melampaui fungsinya sebagai pangan pengganti. Komoditas ini berpotensi besar dikembangkan untuk bahan baku industri, termasuk industri kertas hingga energi terbarukan.
“Potensi singkong luar biasa, tapi sayangnya pemerintah belum bergeming untuk melihatnya secara serius,” pungkas legislator dari daerah pemilihan Jawa Tengah III ini.