Berita Golkar – Anggota Komisi IV DPR RI dari Fraksi Partai Golkar, Firman Soebagyo, angkat bicara terkait pergantian mendadak struktur kepemimpinan di tubuh Perum Bulog yang terjadi dalam waktu sangat singkat dan berulang kali.
Menurutnya, kondisi ini bukan hanya mengundang tanda tanya, tapi juga menimbulkan kekhawatiran terhadap stabilitas lembaga pangan negara yang seharusnya berdiri di atas kepastian dan keberlanjutan kebijakan.
Firman menyampaikan kegelisahannya saat menjawab pertanyaan awak media di Gedung DPR RI, Jakarta. Ia menyoroti fakta bahwa Letjen TNI Novi Helmy Prasetya, yang baru beberapa bulan lalu ditunjuk sebagai Direktur Utama Bulog, tiba-tiba diganti secara mendadak. Penggantinya, Direktur Pengadaan Bulog, Prihasto Setyanto, ditunjuk sebagai pelaksana tugas (Plt) Dirut.
Namun hanya dalam waktu dua hari, posisi tersebut kembali diganti melalui surat keputusan Menteri BUMN. Letjen A. Rizal, mantan Satgas Pangan di Merauke, ditetapkan sebagai Dirut Bulog yang baru.
“Yang mengejutkan, Dirut yang baru satu hari dilantik itu diberhentikan lagi. Ini bukan sekadar ganjil, ini seperti petir di siang bolong. Lalu yang menjadi pertanyaan besar: ada apa dengan Bulog dan siapa aktor di balik gonjang-ganjing ini?” ujar Firman kepada redaksi Golkarpedia melalui keterangan tertulis.
Wakil Ketua Fraksi Partai Golkar MPR RI ini menilai bahwa situasi ini tidak bisa dilihat semata sebagai dinamika administratif. Ia mempertanyakan apakah gejolak harga beras belakangan ini, termasuk isu beras kualitas rendah dan dugaan beras oplosan, hanyalah dalih untuk menggusur Novi dari kursi Dirut.
Ia juga mengingatkan publik bahwa pola serupa pernah terjadi saat Dirut Bulog sebelumnya, Wahyu Suparyono, dilengserkan dengan alasan yang juga dianggap tidak logis oleh sebagian pihak.
“Masih belum hilang dari ingatan kita, Wahyu juga digeser begitu cepat karena dianggap tidak mampu menyerap gabah dan beras petani. Padahal secara nalar, argumentasinya saat itu justru masuk akal. Kini skenarionya terulang. Kita harus tanya: ini soal performa, atau ada kekuatan tertentu yang bermain?” tegas Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia, Firman Soebagyo.
Berdasarkan penelusuran dari sejumlah sumber, terungkap bahwa sejak Desember 2023, posisi Direktur Utama Bulog telah berganti setidaknya empat kali. Dimulai dari Bayu Krisnamurthi yang menjabat hingga September 2024, dilanjutkan oleh Wahyu Suparyono, kemudian digantikan oleh Novi Helmy Prasetya pada Februari 2025.
Terakhir, hanya dalam kurun sepekan akhir Juni hingga awal Juli, jabatan ini dipegang secara bergantian oleh Prihasto Setyanto dan Letjen A. Rizal yang masing-masing hanya menjabat dalam hitungan hari.
Situasi ini tidak hanya memperlihatkan ketidakstabilan dalam kepemimpinan Bulog, tetapi juga berpotensi mempengaruhi kepercayaan publik terhadap tata kelola cadangan pangan nasional. Padahal, Bulog memiliki peran strategis dalam memastikan ketersediaan dan keterjangkauan bahan pangan pokok seperti beras, yang menjadi indikator langsung dari stabilitas sosial-ekonomi nasional.
Firman meminta agar Menteri BUMN dan seluruh pemangku kepentingan di sektor pangan transparan dalam menyampaikan alasan-alasan di balik pergantian pimpinan Bulog. Ia juga menyarankan agar Komisi IV DPR RI segera meminta penjelasan resmi dalam forum terbuka atau rapat kerja dengan pihak-pihak terkait.
“Kalau memang ada persoalan manajerial atau kinerja, sampaikan secara terbuka. Jangan sampai publik menduga bahwa lembaga sekelas Bulog sedang dijadikan alat permainan kekuasaan atau kepentingan kelompok tertentu,” ujar Firman yang juga dikenal sebagai salah satu inisiator reformasi tata niaga pangan di DPR.
Legislator asal Dapil Jawa Tengah III yang meliputi Kabupaten Grobogan, Kabupaten Blora, Kabupaten Rembang, dan Kabupaten Pati ini juga menambahkan, “Jangan sampai kebijakan pangan nasional dikendalikan oleh mereka yang hanya mengejar jabatan, bukan mereka yang benar-benar memahami kondisi lapangan dan kebutuhan petani serta masyarakat bawah.”
Lebih jauh, Firman menyatakan bahwa instabilitas dalam kepemimpinan Bulog dapat mengganggu fungsi-fungsi strategis lembaga tersebut, terutama dalam menyerap gabah petani di musim panen serta menjaga ketersediaan stok nasional di tengah gejolak harga global. Ia menegaskan pentingnya konsistensi dalam pengambilan keputusan di sektor pangan, terutama di tengah tantangan ketahanan pangan global dan krisis iklim.
“Bulog bukan lembaga biasa. Ini benteng terakhir kita dalam menjaga pangan. Kalau pimpinannya terus diacak-acak tanpa kejelasan, maka yang rugi bukan hanya petani, tapi seluruh rakyat Indonesia,” pungkasnya.
Hingga kini belum ada pernyataan resmi dari Kementerian BUMN terkait alasan konkret di balik serangkaian pergantian tersebut. Namun, Komisi IV DPR RI segera memanggil pihak Bulog dan Kementerian BUMN untuk meminta penjelasan langsung dalam rapat kerja yang akan datang.