Berita Golkar – Anggota Komisi III DPR RI Rikwanto menilai bahwa perbedaan pendapat antara jaksa dan penyidik dalam proses penanganan perkara adalah hal yang wajar. Justru, tegasnya, perbedaan tersebut dibutuhkan untuk mempertajam kualitas penyidikan hingga tahap persidangan.
Hal ini disampaikannya dalam Kunjungan Kerja Spesifik Komisi III DPR RI ke Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) terkait pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP).
“Perbedaan jaksa dengan penyidik itu wajar, bahkan harus ada. Itu penting untuk penajaman kasus, mulai dari tahap penyidikan, penuntutan, sampai persidangan. Semua dalam rangka mencari esensi dari pasal yang dituduhkan dan unsur-unsurnya,” ujar Rikwanto kepada Parlementaria di Mapolda DIY, Yogyakarta, Provinsi DIY, Rabu (2/7/2025).
Menurutnya, dinamika antara jaksa dan penyidik merupakan bagian dari proses pemurnian perkara agar penuntutan yang dilakukan di pengadilan benar-benar matang dan meyakinkan.
“Jaksa itu nanti harus punya kemantapan saat membawa perkara ke pengadilan. Kalau jaksa merasa ada yang kurang, dia harus sampaikan. Misalnya, ‘Pak, ini kurang ini, harus begini.’ Nah, penyidik juga harus terbuka untuk memperbaiki. Justru kalau semua sepakat sejak awal tanpa kritik, itu malah lucu,” tegas Politisi Fraksi Partai Golkar ini.
Rikwanto menambahkan bahwa friksi yang terjadi antara penyidik dan jaksa bukanlah pertentangan negatif, melainkan dinamika profesionalitas untuk menjamin proses hukum berjalan sesuai dengan prinsip keadilan dan kepastian hukum.
Kunjungan Komisi III DPR RI ke Yogyakarta merupakan bagian dari upaya menyerap masukan dari para pemangku kepentingan, termasuk aparat penegak hukum, akademisi, dan masyarakat sipil dalam merumuskan revisi KUHAP yang lebih adaptif, adil, dan berorientasi pada perlindungan hak asasi manusia. {}