Suasana Hening di Rapat Komisi IV DPR, Firman Soebagyo: Bentuk Protes Terhadap Menteri Pertanian

Berita GolkarRapat kerja Komisi IV DPR RI yang digelar hari ini, Rabu (10/07), berlangsung dalam suasana tak biasa. Tidak seperti lazimnya rapat-rapat sebelumnya yang penuh dinamika dan keakraban antar anggota, kali ini ruang rapat utama tampak hening dan minim interaksi.

Rapat yang dipimpin langsung oleh Ketua Komisi IV DPR RI, Siti Hediati Soeharto atau yang akrab disapa Titiek Soeharto, dibuka dalam suasana nyaris tanpa suara. Tidak hanya dari anggota, tetapi juga dari jajaran pejabat yang hadir mewakili pemerintah, termasuk Menteri Pertanian dan seluruh aparatur kementeriannya.

Kondisi mencolok terjadi saat menteri dan jajarannya telah duduk rapi menanti di ruang rapat, sementara para anggota dewan justru belum memasuki ruangan dalam waktu yang cukup lama. Bahkan ketika rapat dimulai, tidak terlihat sapaan hangat atau komunikasi aktif seperti biasanya. Anggota DPR RI terlihat lebih banyak diam, hanya sesekali menjawab pertanyaan dari pimpinan rapat secara singkat dan formal.

Menteri Pertanian yang diberikan kesempatan untuk memaparkan agenda pun tampak menyampaikan penjelasan dengan nada yang pelan dan sangat berhati-hati. Hal ini kian menguatkan dugaan bahwa ada sesuatu yang berbeda dalam dinamika antara Komisi IV DPR dan Kementerian Pertanian.

Setelah dikonfirmasi oleh awak media, anggota Komisi IV DPR RI dari Fraksi Partai Golkar, Firman Soebagyo, membenarkan bahwa suasana hening dalam rapat tersebut bukan tanpa alasan. Ia menyebutkan bahwa itu adalah bentuk protes diam dari para anggota terhadap sikap Menteri Pertanian yang dianggap tidak memahami mekanisme dan kewenangan DPR RI dalam pembahasan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga (RKA-KL) serta Rencana Kerja Pemerintah (RKP).

“Kami memilih diam sebagai bentuk ekspresi politik terhadap sikap sepihak Menteri Pertanian dalam pembahasan anggaran. Padahal dalam UU MD3, jelas disebutkan bahwa anggota DPR wajib memperjuangkan aspirasi rakyat. Artinya, pemerintah juga harus mendengarkan masukan dari kami sebagai representasi masyarakat,” ujar Firman Soebagyo, yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia bidang Politik.

Firman menekankan bahwa proses pembahasan anggaran bukanlah ruang satu arah yang hanya diisi pemaparan teknokratis dari kementerian. Sebaliknya, DPR memiliki fungsi dan tanggung jawab konstitusional untuk memberikan pandangan, kritik, dan masukan demi perbaikan kebijakan anggaran.

“Kalau semua keputusan dianggap mutlak oleh kementerian tanpa mau membuka ruang dialog dengan DPR, maka rapat kerja menjadi tidak produktif. Ini baru tahap awal, masih akan dibahas lebih lanjut di Badan Anggaran dan kembali lagi ke Komisi IV untuk finalisasi pagu definitif. Tapi kalau dari awal saja tidak mau mendengar, buat apa kita bicara?” tambah Firman, legislator asal Jawa Tengah III tersebut.

Menurut Firman, sikap diam para anggota seharusnya menjadi refleksi serius bagi Kementerian Pertanian. “Kami tidak sedang main-main. Sikap ini justru menunjukkan kedewasaan politik. Kami ingin menteri paham bahwa anggaran adalah instrumen publik yang harus dibahas secara terbuka, partisipatif, dan inklusif,” tutupnya.

Situasi ini menjadi pengingat penting bahwa kerja sama antar lembaga dalam sistem demokrasi harus berlandaskan pada prinsip saling menghargai dan membuka ruang komunikasi. Jika tidak, proses pengambilan kebijakan berisiko kehilangan legitimasi di mata publik.