Berita Golkar – Anggota Komisi IV DPR RI Firman Soebagyo menyoroti lemahnya pengawasan pemerintah terhadap distribusi pangan nasional. Hal ini diungkapkannya sebagai respons atas temuan beras oplosan dalam jumlah besar yang baru-baru ini diungkap oleh Menteri Pertanian, Amran Sulaiman.
“Ini bentuk kelalaian pemerintah. Undang-Undang Pangan sudah mengatur secara rinci soal kualitas, keamanan, pengawasan, hingga sertifikasi pangan. Tetapi, kasus beras oplosan ini justru ditemukan dalam jumlah besar,” kata Firman dalam keterangannya secara tertulis kepada redaksi Golkarpedia, Kamis, 17 Juli 2025.
Firman menekankan bahwa regulasi terkait sebenarnya sudah jelas, merujuk pada Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Menurutnya, kedua aturan ini menegaskan kewajiban pemerintah dalam memastikan keamanan pangan dan perlindungan konsumen.
“Kalau seperti yang disampaikan menteri, 212 merek beras diduga melakukan pengoplosan dengan kerugian ekonomi masyarakat bisa mencapai Rp 99 triliun, ini jelas bukan pelanggaran biasa. Negara wajib hadir melindungi konsumen dan pelaku usaha yang jujur,” kata dia.
Legislator Fraksi Partai Golkar tersebut menegaskan bahwa pangan adalah hak dasar yang dijamin oleh konstitusi dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Oleh sebab itu, ia mendesak pemerintah agar memberikan sanksi tegas, termasuk sanksi pidana dan penyitaan aset terhadap para pelanggar.
Firman juga mempertanyakan mengapa praktik pengoplosan bisa berlangsung lama tanpa terdeteksi oleh otoritas. Ia menilai bahwa perdagangan pangan sebagai sektor strategis seharusnya diawasi secara ketat sejak awal.
“Perdagangan pangan ini bisnis besar. Kenapa baru sekarang terbongkar? Di sinilah letak kelambanan pemerintah dalam pengawasan,” ucap Wakil Ketua Umum KADIN Indonesia ini.
Firman yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua Fraksi Partai Golkar MPR RI juga meminta Komisi VI DPR RI untuk segera terlibat dalam penyelidikan lebih lanjut terhadap praktik curang tersebut. Sementara itu, Komisi IV DPR RI akan fokus memastikan bahwa distribusi pangan oleh pemerintah, termasuk bantuan sosial, tetap aman dari penyimpangan.
Dalam konteks cadangan beras nasional, Firman menyoroti bahwa sebagian masih bergantung pada impor. Ia menilai sistem distribusi pangan saat ini perlu segera dibenahi agar tidak terjadi penumpukan yang berisiko menurunkan kualitas stok.
“Kami mendukung gagasan Presiden RI supaya sistem distribusi pangan tidak terjadi karut-marut seperti ini. Oleh sebab itu, diperlukan transformasi Bulog,” katanya.
Ia berpandangan bahwa Bulog harus kembali memegang peran utama dalam menjaga ketahanan pangan nasional. Untuk itu, Firman mengusulkan agar Bulog diberi otoritas penuh dan berada langsung di bawah Presiden, termasuk mengelola seluruh impor beras secara terpusat agar pengendalian menjadi lebih efektif.
Meskipun tidak memiliki kewenangan untuk memanggil Kementerian Perdagangan secara langsung, Firman menilai masalah distribusi pangan dan pengawasan masuk dalam ranah kementerian tersebut. Ia menyatakan bahwa Komisi IV tetap dapat memberikan pengingat dan dorongan kepada mitra kerjanya terkait peran penting Kemendag dalam kasus ini.
Ia juga menggarisbawahi perlunya peran aktif dari Satuan Tugas Pangan dalam upaya pencegahan, bukan hanya bertindak ketika persoalan telah meluas.
“Sekarang ini kan ada satgas. Satgas ini harus proaktif, jangan reaktif. Proaktif artinya, lebih antisipatif terhadap hal-hal yang kemungkinan terjadi karena ini sudah terjadi beberapa kali. Temuan-temuan skala kecil tapi didiamkan itu tidak boleh,” tegasnya.
Selain itu, Firman mendorong Satgas Pangan untuk meningkatkan upaya edukasi kepada masyarakat dan pelaku usaha, khususnya pedagang pasar. Menurutnya, edukasi tersebut harus mencakup pemahaman atas risiko hukum jika melanggar peraturan yang berlaku.