Berita Golkar – Suasana di area Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Kota Pasuruan yang biasa sepi, tampak ramai sejak pagi pada Rabu (16/07/2025). Para nelayan dari sejumlah kelurahan berkumpul untuk menggelar tradisi petik laut atau sedekah laut, sebuah tradisi membawa aneka makanan, buah, serta kepala sapi ke tengah laut.
Tidak hanya ribuan nelayan, para tokoh setempat serta para pengunjung dari luar Kota Pasuruan juga turut menyaksikan tradisi tahunan yang digelar setiap bulan Muharam atau bulan Suro dalam kalender Jawa ini.
Abdul Halim, salah satu nelayan asal Kelurahan Ngemplakrejo, Kecamatan Panggungrejo, mengaku sangat senang dapat menggelar acara petik laut dengan melarung kepala sapi.
Baginya, tradisi tersebut bukan hanya ritual tahunan, tetapi ribuan harapan doa pun dipanjatkan pada Tuhan Yang Maha Esa.
“Acara larung (petik laut) ini kami gelar setiap tahun. Tidak hanya ritual atau seremoni saja, tentu ini adalah spirit kami berharap agar nelayan bisa sejahtera. Tangkapan ikan banyak dan laut tetap bersahabat agar kami sejahtera,” ujar Halim, dikutip dari Kompas.
Harapan Halim memang sangat wajar karena kondisi ekonomi saat ini cukup dirasakannya di tengah lesunya ekonomi. Selain itu, kondisi laut saat ini jarang bisa ditebak. Cuaca sering berubah, kadang angin kencang dan ombak tinggi menjadi tantangan. Hal itu tentu berdampak pada hasil tangkapan ikan.
Di Kota Pasuruan, jumlah nelayan yang tercatat dan masih aktif melaut sekitar 1.100 orang. Dari jumlah tersebut, tidak semuanya memiliki kapal atau perahu yang dapat mengantar mereka ke laut untuk menangkap ikan.
“Dari jumlah nelayan yang aktif melaut, sebagian besar bergantung pada pemilik kapal. Kami nelayan tentu mengandalkan tangkapan ikan yang banyak,” katanya.
Proses pemberangkatan petik laut langsung dikomandani Wali Kota Pasuruan Adi Wibowo beserta para muspida. Bahkan, kepala sapi yang sudah dipotong dan ditutup bunga melati pun dipanggul langsung bersama para nelayan untuk naik dermaga kapal.
Kurang dari 30 menit, rombongan kapal yang berisi para pengunjung dan nelayan itu berhenti di laut yang berjarak 3 mil dari lokasi pemberangkatan. Miniatur kapal yang berisi kepala sapi siap ditumpahkan ke dalam laut.
“Tasyakuran petik laut ini adalah warisan budaya dari para leluhur yang harus terus kita jaga. Melalui prosesi ini, kita berdoa untuk keselamatan para nelayan dan warga pesisir, sekaligus menghidupkan semangat kebersamaan,” ujar Adi.
Ia juga menyampaikan, kegiatan petik laut memiliki potensi besar dalam menggerakkan sektor ekonomi masyarakat. Terutama pelaku UMKM, seniman, budayawan, serta sektor wisata yang berkembang dari tradisi tersebut.
“Setiap tahun, petik laut selalu menjadi momentum yang melibatkan banyak elemen masyarakat. Ini menjadi modal usaha kita untuk mendorong pariwisata dan ekonomi kreatif Kota Pasuruan,” katanya.
Selepas acara doa bersama, miniatur pun diceburkan ke laut. Bersamaan dengan itu, sejumlah pemuda nelayan langsung menceburkan diri ke laut.
Sementara itu, para ABK kapal dan nelayan lainnya menimba air laut untuk disiramkan pada bagian dek kapal. M. Farhan, salah satu pengunjung dari Kabupaten Pasuruan yang turut naik rombongan kapal, mengaku senang dapat meramaikan perayaan petik laut.
Ia bersama istri dan kedua anaknya juga sudah mengagendakan sejak lama untuk hadir di acara tradisi warga pesisir. “Selama ini saya hanya dapat cerita keseruan petik laut lewat omongan saja, ketika saya ikut ternyata benar-benar seru. Semoga para nelayan dapat melestarikan budaya guyub rukun lewat tradisi ini,” katanya.
Sebagai penutup dari pesta para nelayan ini, ribuan masyarakat pesisir Kecamatan Panggungrejo menggelar pentas hiburan musik di malam hari di sekitar pelabuhan Pasuruan. {}