Berita Golkar – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, menegaskan swasembada energi dan hilirisasi menjadi fokus utama dalam pembangunan energi nasional. Menurutnya, hilirisasi tidak hanya memberi nilai tambah, tetapi juga memperkuat ketahanan energi Indonesia di masa depan.
“Sebagai Menteri ESDM, saya ingin menekankan bahwa pembangunan energi nasional hari ini mengusung misi besar, yaitu swasembada energi dan hilirisasi. Untuk itu, pemerintah terus mendorong reaktivasi sumur migas idle, pembangunan infrastruktur gas, dan hilirisasi sektor minerba, serta melakukan percepatan transisi energi melalui pengembangan EBT dan inovasi teknologi,” ujar Bahlil dalam keterangan tertulis yang diterima, Minggu (20/7/2025), dikutip dari WartaEkonomi.
Bahlil mengatakan, dalam mencapai fokus tersebut peran penting perguruan tinggi dalam mendorong transformasi sektor energi nasional. Ia menyebut mahasiswa sebagai agen perubahan yang akan menentukan arah masa depan energi Indonesia.
“Peran kampus dan mahasiswa sangat penting dalam proses ini, karena mahasiswa adalah bagian dari agen perubahan menuju kemandirian energi dan kedaulatan sumber daya alam,” ujarnya.
Ia menegaskan, hilirisasi berarti mengolah bahan mentah menjadi produk jadi agar nilai tambah ekonomi tetap berada di dalam negeri. Pemerintah ingin mengakhiri praktik ekspor bahan mentah yang selama ini merugikan posisi Indonesia dalam rantai pasok global.
“Jangan lagi mengirim bahan mentah, nilai tambahnya di luar, kita cuma main ekspor material bahan baku. Kalau seperti itu, apa bedanya kita dengan zaman VOC. VOC itu 390 tahun mengirim bahan baku yang membuat negara-negara lain candu terhadap sumber daya kita,” ucapnya.
Selama ini, negara-negara lain mengandalkan bahan baku dari Indonesia untuk memenuhi kebutuhan industri mereka. Karena itu, ia menilai saatnya Indonesia mengambil alih kendali dan sepenuhnya menjalankan hilirisasi, mengolah komoditas mentah menjadi produk bernilai tinggi.
Sebagai contoh, ekosistem baterai kendaraan listrik di Indonesia, yang telah menjadikan Indonesia sebagai produsen baterai terbesar kedua di dunia setelah Tiongkok, dengan nilai investasi mencapai US$20 miliar.
“Nanti bulan November ada investasi USD100 miliar atau Rp1.600 triliun. Sekarang kita akan membangun lagi dari China dan Korea, itu sekitar USD8 miliar yang juga menjadi salah satu yang terbesar dalam mengolah bahan baku nikel hingga menjadi cell battery. Bahkan Presiden Prabowo meminta hingga menjadi mobil listrik,” pungkasnya. {}