Berita Golkar – Pernyataan tajam dilontarkan Anggota Komisi X DPR RI, Agung Widyantoro, menyikapi maraknya praktik penjualan seragam sekolah yang kembali mencuat saat tahun ajaran baru 2025/2026 di Kabupaten Brebes.
Ia dengan tegas menyoroti pembiaran yang dilakukan pihak satuan pendidikan, meskipun surat resmi dari Dinas Pendidikan Emuda dan Olahraga (Dindikpora) Kabupaten Brebes sudah jelas melarang praktik semacam itu.
Dalam tanggapannya, Agung yang juga Wakil Ketua MKD DPR RI menegaskan bahwa larangan satuan pendidikan menjual seragam atau bahan seragam sudah tertuang secara eksplisit dalam Surat Pemberitahuan Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Kabupaten Brebes, Nomor B/420/01594/2025 tertanggal 17 Juni 2025.
Namun, kenyataannya di lapangan, masih ditemukan keluhan dari para orang tua murid yang merasa terbebani, bahkan mengalami kerugian karena praktik tersebut.
Politikus senior Golkar ini juga mengingatkan bahwa bantuan pendidikan seperti Program Indonesia Pintar (PIP) merupakan hak siswa dan harus digunakan semata-mata untuk keperluan pendidikan.
Sebagai Anggota komisi X dirinya pun berkewajiban memastikan PIP untuk murid dan Siswa SD, SMP, SMA / SMK telah sampai ke tangan yang berhak maka secara berjenjang, aturan dibuat Kemdikdasmen sudah jelas program Bea Siswa PIP aspirasi hanya untuk kepentingan pendidikan.
“Jadi saya menghimbau kepada semua pihak baik aparatur pemerintah daerah atau pihak lain yang punya kepentingan terselubung, tidak usah ngarang-ngarang buat alasan atau aturan baru agar warna “merah, biru, abu-abu nya seragam,” jelasnya.
“Memangnya kalau warna dasar “merah, biru, abu-abu beda tipis lalu peserta didik gak boleh masuk ikuti pelajaran sekolah? Kalau saja pakaian belum seragam yg penting “pikirannya” harus seragam bagaimana hadir tepat waktu ikuti jam pelajaran yang sudah ditentukan. Rakyat sudah makin kritis lho, soal seragam serahkan pada orang tua mau beli di toko/kios/UMKM dimana bebaskan saja jangan pake belenggu kebijakan aneh-aneh,” kata Agung menambahkan.
Agung mengkritik keras mentalitas lama di kalangan satuan pendidikan yang memanfaatkan momentum penerimaan peserta didik baru (PPDB) sebagai ajang mencari keuntungan. Ia menyebut cara-cara seperti itu sudah usang dan tak pantas dipertahankan.
“Please deh! Rubah cara-cara lama untuk ambil setiap kesempatan saat tahun ajaran baru. Jangan jadikan sekolah sebagai pasar dan peserta didik sebagai ‘sapi perahan’. Rakyat sekarang makin kritis lho!” ujarnya.
Ia juga mengingatkan pentingnya memberikan kebebasan kepada orang tua dalam memilih tempat pembelian seragam tanpa tekanan dari sekolah. Kebijakan yang aneh dan tidak masuk akal, menurutnya, justru akan memperpanjang daftar masalah pendidikan, alih-alih menyelesaikannya.
“Fokus sajikan kompetensi guru dan model pembelajaran bermutu. Itu yang penting agar angka partisipasi sekolah naik, putus sekolah bisa ditekan. Jangan sesat ambil untung sesaat tapi sengsarakan masyarakat!”, beber Agung.
Agung mengakhiri pernyataannya dengan seruan kepada para pengambil kebijakan di daerah untuk bersikap bijak, menjunjung nilai keadilan dalam pendidikan, dan menghentikan segala bentuk penyimpangan yang hanya akan menurunkan kepercayaan publik terhadap institusi pendidikan. {}