Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia Ungkap 4 PR Indonesia Menuju Swasembada Energi

Berita GolkarMenteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengungkapkan empat tantangan yang dihadapi Indonesia dalam mengejar target swasembada energi.

Hal tersebut disampaikan dalam materinya paparannya, saat membuka acara Energi Mineral Festival 2025 bertajuk “Swasembada Energi: Masa Depan Indonesia”, yang digelar oleh B-Universe dan Kementerian ESDM, di Hutan Kota by Plataran, Jakarta, pada Rabu (30/7/2025).

Pertama, Indonesia memerlukan pemerataan ketersediaan energi di seluruh wilayah. Penyediaan energi di kawasan rural dan pulau-pulau kecil masih mengalami tantangan dari sisi ketersediaan maupun kualitas. Oleh karenanya perlu peningkatan produksi dan infrastruktur energi, khususnya minyak dan gas energi baru dan terbarukan dan ketenagalistrikan.

“Di sektor listrik, Presiden dalam berbagai arahan ingin kita untuk bagaimana menyediakan listrik untuk seluruh rakyat Indonesia dari Aceh sampai Papua. Indonesia sudah merdeka dari 1945 sampai sekarang, harus saya jujur mengatakan bahwa masih ada 5.700 desa yang belum ada listriknya, ada 4.400 dusun yang belum punya listrik,” ungkapnya.

Kedua, tantangan terkait komitmen pencapaian net zero emission. Menurutnya pengguna energi fosil yang masih tinggi tercermin dari fakta bahwa bauran EBT dalam energi primer Indonesia masih di angka 14,16% pada 2024.

Sementara itu Indonesia menargetkan bauran energi baru terbarukan (EBT) mencapai 23% pada 2025 dan mencapai net zero emission pada 2060.

“Kita sudah sepakat kita akan menurunkan net zero emisi pada 2060 dengan melakukan transisi energi dari fosil ke EBT. Namun, apa yang terjadi? Beberapa negara bagian yang ikut menginisiasi untuk mendorong ini kemudian mereka keluar, karena kondisi keuangan domestik mereka. Namun, bagi kita Indonesia, kita tetap mendorong transisi energi, karena EBT adalah sesuatu yang baik untuk kita menjaga bumi, tapi harus kita menyesuaikan dengan kondisi keuangan negara kita,” jelasnya, dikutip dari BeritaSatu.

Ketiga, tantangan dari segi makro ekonomi. Tantangan ini berupa tekanan ruang fiskal pemerintah dan tingginya subsidi energi mulai dari BBM, listrik dan LPG.

“Saya harus juga mengatakan bahwa tantangan kita adalah LPG. LPG kita sekarang konsumsi kurang lebih sekitar 8,5 juta ton per tahun. Kapasitas produksi kita tidak lebih dari 1,5 juta ton. Sekarang kita impor kurang lebih sekitar 6,5-7 juta ton per tahun. Ini adalah sebuah opportunity yang bagus. Kalau mampu kita memaksimalkan potensi-potensi yang ada, mau tidak mau, kita harus mendorong kepada sektor hilirisasi untuk melahirkan subsitusi impor dari LPG ke DME,” tuturnya.

Keempat, tantangan akibat ketidakpastian global. Menurutnya belum usainya konflik negara penghasil energi seperti Rusia dan Ukraina serta Iran dan Israel menjadi tantangan bagi Indonesia.

“Ada tantangan besar hari ini global dalam kondisi ekonomi yang tidak baik-baik saja. Geopolitik yang semakin hari semakin tidak menentu. Ketegangan di Timur Tengah terjadi, ketegangan di Eropa, baru beberapa hari lalu kita menyaksikan ketegangan antara Thailand dengan Kamboja,” pungkasnya. {}