PHK Massal Kian Meluas, Yahya Zaini Desak Pemerintah Bertindak

Berita Golkar – Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Yahya Zaini menyoroti hasil survei Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) yang mengungkap lebih dari 50 persen perusahaan telah melakukan pemutusan hubungan kerja atau PHK akibat tekanan ekonomi.

Yahya menilai tren pengurangan tenaga kerja di Indonesia bukan sekadar masalah hubungan industrial, tetapi gejala sistemik dari krisis adaptasi ekonomi nasional terhadap tekanan global dan pelemahan daya beli domestik.

“PHK besar-besaran tidak hanya berdampak pada pekerja dan keluarganya, tapi juga menimbulkan efek domino pada stabilitas sosial dan ekonomi nasional,” ujar Yahya kepada wartawan, Jakarta, dikutip Senin (4/8/2025) dari Inilah.

Menurutnya kondisi ini menuntut respons kebijakan yang terintegrasi dan lintas sektor. Dia mendorong agar ada keberpihakan pada keberlanjutan usaha serta perlindungan tenaga kerja.

“Kita tidak bisa membiarkan dunia usaha menanggung beban sendiri tanpa kehadiran negara dalam bentuk intervensi kebijakan yang konkret,” tuturnya.

Seperti diketahui, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) melaporkan survei terbarunya yang mengungkap lebih dari 50 persen perusahaan sebagai responden risetnya menyatakan telah mengurangi tenaga kerjanya atau melakukan PHK imbas ketidakpastian ekonomi yang tengah terjadi saat ini. Kondisi tersebut diperkirakan terus berlangsung ke depannya.

Menyikapi prediksi itu, Yahya mendorong Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) untuk memperkuat program reskilling dan upskilling tenaga kerja, khususnya sektor-sektor yang mengalami perampingan.

“Harus ada juga skema perlindungan sosial yang fleksibel dan adaptif terhadap gelombang PHK, terutama bagi pekerja informal dan kontrak. Tingkatkan pengawasan pelaksanaan PHK agar tetap dalam koridor hukum dan mengedepankan dialog sosial antara pengusaha dan pekerja,” jelas dia.

Yahya pun mengingatkan bahwa keberlanjutan usaha dan perlindungan tenaga kerja bukanlah dua kutub yang bertentangan. Dalam situasi krisis, menurutnya, kedua hal tersebut justru harus saling menopang.

“Negara tidak boleh hadir hanya sebagai penonton, tetapi sebagai pengarah kebijakan yang mampu menciptakan ekosistem ekonomi yang berkeadilan,” ucapnya. {}

Leave a Reply