Berita Golkar – Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) menggandeng Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) agar memblokir rekening bank yang digunakan untuk transaksi judi online atau judol. Menteri Komdigi Meutya Hafid mengatakan, pemutusan akses situs judi online saja tidak cukup memberikan efek jera.
“Konten bisa dibuat ulang dengan mudah, tapi rekening sulit dibuka kembali setelah diblokir,” katanya dalam keterangan tertulis, pada Kamis (31/7/2025), dikutip dari Tempo.
Meskipun demikian, ujarnya, peredaran situs judi online masih marak dan terus dipromosikan di berbagai platform media sosial. Ia mengatakan, pelaku judi online semakin kreatif mencari celah yang tidak terlacak oleh sistem crawling konten, sehingga tetap bisa mempromosikan judi online.
Oleh karena itu, ia mendukung langkah PPATK untuk melacak rekening yang terindikasi transaksi judi online. Ia juga meminta perbankan agar lebih ketat dalam proses verifikasi nasabah. “Perbankan juga harus diminta untuk lebih ketat sehingga pelaku tidak bisa membuat rekening lagi,” kata politikus Partai Golkar itu.
Melalui kolaborasi dengan PPATK, kata dia, upaya untuk memutus mata rantai judi online diharapkan lebih efektif. Ini bagus kalau disatukan, jadi ada crawling kontennya dan ada juga crawling rekeningnya,” ujarnya. Namun, ia tak menyebutkan berapa jumlah rekening bank terafiliasi judi online yang sudah diblokir. ”
Sebelumnya, PPATK mengungkapkan nilai transaksi judi online sepanjang kuartal I 2025 mencapai Rp 47 triliun. Kepala PPATK Ivan Yustiavandana mengatakan, nilai transaksi praktik perjudian daring kuartal I tahun ini turun sekitar 80 persen dibandingkan kuartal I 2024.
“Nilai transaksi yang sebelumnya mencapai Rp 90 triliun pada Januari hingga Maret 2024, sekarang merosot tajam menjadi Rp 47 triliun,” kata Ivan dalam keterangan tertulis, Kamis, 8 Mei 2025.
Di sisi lain, Ivan memperkirakan perputaran uang judi online tahun ini mencapai Rp 1.200 triliun. Ia menyebut aliran uang itu lebih besar dari tahun lalu, yakni sebesar Rp 981 triliun.
“Tantangan tindak pidana pencucian uang (TPPU), tindak pidana pendanaan terorisme (TPPT), pendanaan proliferasi senjata pemusnahan massal (PPSPM) ke depan akan terus berkembang dan memanfaatkan teknologi baru seperti aset kripto, hingga platform online lainnya,” kata Ivan dalam keterangan tertulisnya pada Jumat, 18 April 2025. {}