Berita Golkar – Wali Kota Bontang, Neni Moerniaeni, bersama Wakil Wali Kota Bontang, Agus Haris, melakukan audiensi dengan Menteri Sosial Republik Indonesia untuk memperkuat sinergi program pengentasan kemiskinan yang berbasis data dan tepat sasaran, pada Kamis (31/7/2025).
Pertemuan ini menekankan pentingnya integrasi program daerah dengan tiga strategi utama penanganan kemiskinan yang dirumuskan pemerintah pusat.
Pertama, mengurangi beban pengeluaran masyarakat. Kedua, meningkatkan penghasilan kelompok rentan. Ketiga, mengurangi kantong-kantong kemiskinan. Seluruh strategi tersebut juga diarahkan untuk mendukung peningkatan Indeks Kesejahteraan Sosial, yang diukur melalui tiga indikator utama, yakni pemenuhan kebutuhan dasar, peranan sosial, dan pemberdayaan sosial.
Pemerintah Kota Bontang turut melaporkan berbagai program unggulan daerah yang telah berjalan. Di antaranya, Bantuan Langsung Tunai (BLT) sebesar Rp300.000 per bulan untuk lansia, penyandang disabilitas, janda, dan anak yatim; program Sekolah Rakyat (SR) dengan kesiapan lahan seluas 8 hektare untuk pembangunan fasilitas pendidikan; partisipasi dalam program Koperasi Merah Putih, Makan Bergizi Gratis (MBG), dan pemberian pinjaman tanpa bunga kepada pelaku UMKM; dan peningkatan bantuan program Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) dari Rp20 juta menjadi Rp50 juta per rumah.
Neni menegaskan bahwa program-program ini memiliki arah yang jelas dan terukur. “Saat ini, berbagai program yaitu untuk peningkatan SDM yang berkualitas dan berdaya saing, pengentasan kemiskinan dalam pencapaian peningkatan indeks kesejahteraan sosial,” kata Neni, dikutip dari Tempo.
Pertemuan ini juga membahas pentingnya penggunaan dasar hukum yang jelas dalam klasifikasi penerima bantuan sosial. Mengacu pada Keputusan Menteri Sosial, kriteria fakir miskin digunakan untuk mendeteksi awal kondisi kemiskinan sebagai bagian dari sistem penanganan nasional.
Ditetapkan bahwa, seseorang yang tidak memiliki tempat tinggal sehari-hari langsung dikategorikan sebagai fakir miskin, tanpa perlu melalui proses seleksi tambahan.
Sementara itu, bagi warga yang memiliki tempat tinggal, dilakukan deteksi lanjutan menggunakan 8 indikator, yakni kepala keluarga tidak bekerja; pernah tidak makan dalam setahun terakhir; pengeluaran makan lebih dari separuh total pengeluaran; tidak ada pengeluaran pakaian dalam setahun; lantai tanah atau plesteran; dinding bambu, kayu, terpal, kardus, dan lainnya; tidak memiliki jamban pribadi; serta menggunakan listrik 450 VA atau tidak memiliki listrik sama sekali.
Selaras dengan itu, Kementerian Sosial juga menggunakan sistem desil untuk menyusun prioritas dalam penyaluran bantuan sosial. Desil 1 merupakan kategori miskin ekstrem. Saat ini, Kota Bontang telah mencatat tidak ada lagi masyarakat yang masuk dalam desil 1, menandakan kemajuan signifikan dalam pengentasan kemiskinan ekstrem.
Desil 2 hingga 4 termasuk kelompok miskin dan rentan miskin, yang ditentukan melalui 8 kriteria fakir miskin. Desil 5 sampai 10 dianggap memiliki tingkat kesejahteraan lebih tinggi dan tidak menjadi prioritas penerima bansos.
Masyarakat dalam desil 1 hingga 3 menjadi prioritas utama dalam program pengentasan kemiskinan dan bantuan sosial, guna memastikan kebijakan tepat sasaran dan memberikan dampak langsung bagi warga yang membutuhkan.
Melalui pendekatan kolaboratif dan berbasis data ini, Pemerintah Kota Bontang menegaskan komitmennya untuk terus mempercepat pembangunan manusia dan mengurangi kesenjangan sosial secara menyeluruh. {}