Berita Golkar – Balitbang DPP Partai Golkar kembali menggelar seri diskusi publik yang kali ini mengangkat tema Asta Cita VII: Reformasi Politik, Hukum, Demokrasi, serta Memperkuat Pemberantasan Korupsi dan Narkoba. Acara berlangsung pada Rabu (13/8/2025) di Ruang Balitbang Gedung Soedharmono DPP Golkar, Jakarta, dan menjadi ajang pertukaran gagasan strategis di tengah dinamika politik nasional dan global.
Diskusi tersebut dihadiri oleh tokoh-tokoh yang memiliki pandangan kuat dalam isu pertahanan, diplomasi, dan tata kelola pemerintahan. Hadir sebagai pemantik diskusi DR. Nasir Tamara, Penasehat Ahli Balitbang DPP Partai Golkar yang dikenal luas sebagai akademisi dan pengamat geopolitik. Selain Nasir, hadir pula Marsda TNI (Purn.) Usra Hendra Harahap, Zulfikar Arse Sadikin (Wakil Ketua Komisi II DPR RI), Henry Indraguna, serta Safrizal Rambe (Direktur Riset Balitbang DPP Golkar).
Pada kesempatan itu, Nasir Tamara membuka pandangannya dengan mengulas situasi geopolitik dunia yang menurutnya berada dalam fase paling rawan sejak Perang Dingin. Ia menyoroti perang Iran–Israel yang mengguncang stabilitas Timur Tengah, serta konflik Rusia–Ukraina yang belum menemukan jalan damai. Kondisi ini, menurutnya, menjadi latar penting untuk memahami kebijakan pertahanan dan diplomasi Indonesia saat ini.
Nasir menilai, di tengah eskalasi tersebut, langkah Presiden Prabowo Subianto memperkuat kekuatan militer nasional sudah berada di jalur yang tepat. Ia juga melihat kebijakan diplomasi luar negeri yang dijalankan Prabowo mampu membuka peluang strategis bagi Indonesia untuk memainkan peran lebih besar di kancah internasional.
“Kalaupun sekarang keadaan tidak bagus, kita punya kekuatan nasional. Tapi dari mana sumbernya? Itu harus datang dari kultur dan kebudayaan kita, bukan dari tempat lain,” ujar Nasir.
Ia menegaskan, kekuatan bangsa tidak hanya terletak pada sumber daya alam atau alutsista, tetapi pada kesadaran kolektif dan kesatuan nasional. Termasuk bagaimana arah kebijakan seorang pemimpin memandu bangsa ini menuju arah yang benar. Dan bagi Nasir Tamara, langkah Prabowo dewasa ini sudah tepat.
“Kita harus bersatu, karena dunia sedang tidak baik-baik saja. Dinamika ini luar biasa. Jadi kalau saya ditanyakan apakah kebijakan Pak Presiden Prabowo mereformasi kekuatan militernya tepat, bagi saya itu adalah realita. Kita sedang menghadapi ancaman yang luar biasa. TNI harus bangkit, dan pada waktunya harus siap dikerahkan,” tegasnya.
Lebih jauh, Nasir memandang kebijakan luar negeri Indonesia di era Prabowo memiliki arah yang jelas dan berlandaskan potensi besar bangsa yang notabene kita merupakan anggota penting berbagai forum internasional.
“Pilihan Presiden ini dalam kebijakan luar negeri sangat bagus. Karena Indonesia bisa berperan lebih banyak lagi. Kita mewakili dunia Islam dengan pemeluk terbesar. Kita pendiri ASEAN, anggota G20, anggota BRICS, anggota OKI, dan juga pendiri Gerakan Non-Blok serta Asia-Afrika,” jelasnya.
Ia mencontohkan keberhasilan diplomasi Presiden Prabowo dalam perundingan dengan mantan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, yang menghasilkan penurunan tarif bea masuk dari 32 persen menjadi 19 persen.
“Tentunya itu bukan semata-mata keputusan Trump. Dia melihat potensi besar Indonesia yang justru orang Indonesia sendiri tidak melihat. Jadi Indonesia ini harus dibangkitkan lagi semangatnya,” tutup Nasir.
Melalui pandangan tersebut, Nasir Tamara menegaskan bahwa penguatan militer dan diplomasi bukanlah sekadar agenda jangka pendek, melainkan strategi jangka panjang untuk menempatkan Indonesia sebagai kekuatan yang disegani di tingkat global.