Berita Golkar – Wakil Ketua Badan Sosialisasi Empat MPR RI, Agun Gunandjar Sudarsa, mengungkapkan bila konstitusi membagi Indonesia menjadi wilayah pusat dan daerah. Daerah juga terbagi menjadi provinsi yang membawahi kabupaten.
Ini disampaikan Agun merespons adanya anggapan publik bila permasalahan perekonomian saat ini karena pemerintah lebih memusatkan semua kegiatan ekonomi di pusat.
Menurut Agun, masing-masing daerah itu memiliki hak untuk menyelenggarakan otonomi yang seluas-luasnya untuk kebermanfaatan masyarakat.
Dia menegaskan bahwa hal itu tercantum dalam Pasal 18 UUD, yakni menegaskan pembagian daerah dan keberadaan pemerintah daerah yang menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan pusat.
Prinsip otonomi diatur dengan asas tugas pembantuan. Badan perwakilan daerah (DPRD) juga dipilih melalui pemilihan umum. Pada Pasal 18A disebut mengatur hubungan antara pusat dan daerah agar dilaksanakan secara selaras dan adil, serta mengandung prinsip kekhususan dan keragaman daerah sehingga bentuk dan isi otonomi daerah tidak harus seragam.
“Dari hal itu, bisa kita lihat, bahwa konstitusi itu sudah mengatur agar hal-hal yang bisa didelegasikan ke daerah, dikasih ke daerah. Supaya apa, agar bisa memicu pergerakan ekonomi di daerah. Jangan semua-semuanya di pusat,” kata Agun di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (21/8/2025), dikutip dari Sinpo.
Dia menyatakan dengan mendelegasikan ke daerah, misalnya pengadaan barang, akan menciptakan lapangan kerja dan peluang usaha di daerah. Jika lapangan kerja tercipta dan dunia usaha terbangun, maka akan terjadi pergerakan ekonomi.
“Jika ada pergerakan ekonomi, maka bisa memberikan kesejahteraan pada masyarakat di daerah, tidak terkumpul semuanya di pusat. Kalau sekarang itu kan piramida kita terbalik. Dimana posisi runcing piramida itu ada di bawah. Semua pergerakan ekonomi mengerucut pada sekelompok kecil saja,” kata dia.
Harusnya, kata Agun, pemerintah pusat hanya menangani secara langsung yang berkaitan dengan urusan nasional. Seperti masalah pertahanan, keuangan, atau urusan kebijakan luar negeri. Sisanya, bisa mendelegasikan wewenang dan anggaran ke daerah.
“Seperti Menteri Pertanian. Walaupun dia menterinya, tapi bukan dia yang bercocok tanam langsung. Atau di sektor perndidikan, biarkan pengadaan buku langsung ditangani oleh daerah. Tinggal Pusat menggelontorkan dananya. Kalau semua-semua di pusat, ya kejadian Pati itu bisa terulang lagi. Daerah tak punya penghasilan, jadi mencari cara untuk menambah pendapatan,” kata dia.
Dia menegaskan di usia Indonesia yang sudah menyentuh 80 tahun ini, seharusnya penyelenggara negara bisa lebih meningkatkan upaya untuk membuat masyarakat lebih sejahtera.
“Caranya? ya dengan membalikkan piramid-nya. Pusat mendelegasikan anggaran dan kewenangan ke daerah, agar gerakan perekonomian daerah bisa berkembang. Pelaku usaha akan bermunculan mulai dari Sabang hingga Merauke. Perekonomian akan terbangun secara down to top,” kata Agun.
Kendati begitu, dia menekankan dengan didelegasikan wewenang dan anggaran, tentunya harus disertai dengan regulasi dan pengawasan yang ketat.
“Mind set kita itu harus sesuai dengan Pancasila. Setiap pikiran, ucapan, tindakan, harus sesuai dengan sila pertama, kedua, hingga keempat. Sehingga, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia itu bisa terwujud. Jangan ada lagi itu korupsi,” kata dia. {}