Berita Golkar – Wakil Ketua Umum Partai Golkar Idrus Marham mengakui kritikan publik kepada DPR adalah hal yang wajar dalam iklim demokrasi. Akan tetapi, Idrus berharap kritikan tersebut tidak berubah menjadi kebencian yang justru berpotensi memperlebar jurang perpecahan bangsa.
“Sebagai keluarga besar bangsa Indonesia, kita lahir dari kebersamaan. DPR ada untuk masyarakat Indonesia. Kalau ada polemik, mari kita hadapi dengan arif dan bijaksana,” ujar Idrus dalam keterangan pers yang diterima, Rabu (27/8/2025), dikutip dari Sindonews.
Dia pun mengajak masyarakat dan para wakil rakyat untuk membangun kesadaran kolektif. Ia menggunakan istilah budaya Jawa, yakni kepeneran politik, kemampuan merespons suatu persoalan dengan bijak sebagai jalan menuju kebenaran substantif untuk kepentingan rakyat.
“Dalam agama pun sudah dijelaskan, jangan sampai kebencianmu terhadap suatu kaum membuatmu berlaku tidak adil,” katanya.
Menurut dia, kritik dari masyarakat seharusnya diolah menjadi bahan perbaikan kebijakan, bukan sekadar memperuncing jurang politik. Dia juga meminta anggota DPR meningkatkan kepekaan terhadap kondisi rakyat.
“Kalau komunikasi diperbaiki, saling menghormati dijaga, saya yakin bangsa ini bisa keluar dari situasi sulit. Jangan ada lagi sikap memaksakan kehendak,” ungkap Idrus.
Dia berharap hubungan antara DPR dan rakyat dapat kembali terjalin secara sehat, sehingga kritik benar-benar menjadi sarana memperkuat demokrasi, bukan memicu kebencian. Dia juga menilai pembubaran DPR tidak dapat dilakukan.
Dia menjelaskan, DPR merupakan lembaga konstitusional yang keberadaannya diatur langsung dalam UUD 1945. “Maka itu, saya menilai seruan tersebut tidak realistis dan berpotensi menyesatkan sebagian masyarakat,” ujarnya.
Kendati demikian, Idrus memahami alasan kemarahan masyarakat. Gelombang kritik muncul terutama setelah beredar kabar mengenai kenaikan tunjangan perumahan anggota DPR hingga Rp50 juta per bulan. Kenaikan itu disebut sebagai kompensasi atas Rumah Dinas DPR di Kalibata, Jakarta Selatan yang tidak lagi memadai.
Menurut Idrus, kebijakan tersebut memang menimbulkan kesan bahwa DPR kurang peka terhadap kondisi masyarakat yang tengah menghadapi situasi ekonomi sulit.
“Kritik publik itu wajar, bahkan penting sebagai koreksi. Tapi jangan sampai komunikasi terputus. Kalau rakyat hanya marah, DPR membela diri, masalah tidak akan selesai,” pungkasnya. {}