Taufan Pawe Desak Perlindungan Kelompok Rentan Dampak Lonjakan PBB-P2

Berita Golkar – Anggota Komisi II DPR RI Taufan Pawe menyoroti dampak kebijakan zona nilai tanah (ZNT) terhadap kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) yang dinilai memberatkan masyarakat di berbagai daerah.

Hal ini ia sampaikan dalam Rapat Kerja Komisi II DPR RI dengan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) di Gedung Nusantara, DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (8/9/2025).

Dalam paparannya, Taufan menyebut bahwa cakupan zona nilai tanah pada tahun 2025 telah mencapai 43,2 juta hektare atau 63,21 persen dari total luas lahan budidaya nasional, dengan kontribusi sebesar 47 persen terhadap penerimaan negara bukan pajak (PNBP).

Meski demikian, penyesuaian Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) berbasis ZNT dinilai menjadi pemicu lonjakan PBB-P2 antara 300 hingga 1000 persen.

“Ini melahirkan permasalahan karena penyesuaian NJOP berdasarkan zona nilai tanah memicu lonjakan PBB-P2. Kita tahu tidak sedikit gejolak sosial yang timbul di berbagai daerah sehingga melahirkan protes publik,” ungkap Taufan, dikutip dari laman DPR RI.

Ia menilai persoalan tersebut salah satunya dipicu oleh kurangnya sosialisasi dari pemerintah daerah maupun kementerian terkait. Padahal, lanjut Taufan, peningkatan fiskal daerah tidak hanya bisa ditempuh melalui pungutan pajak dan retribusi, tetapi juga lewat inovasi ekonomi.

“Pernah di forum ini, di RDP dengan Kementerian Dalam Negeri, kami tekankan bahwa kepala daerah tidak semuanya memahami bahwa peningkatan fiskal daerah itu tidak semata-mata dengan pungutan pajak. Dibutuhkan kepekaan kepala daerah untuk berinovasi, mencari sumber-sumber ekonomi, apakah home industry, ekonomi kreatif, dan lain sebagainya,” jelas Politisi Fraksi Partai Golkar ini.

Politisi Dapil Sulawesi Selatan II ini mengingatkan bahwa ketidakseimbangan antara NJOP lama dengan nilai pasar membuat penyesuaian tampak ekstrem. Kondisi ini memang berpotensi meningkatkan penerimaan daerah, namun di sisi lain berisiko menimbulkan resistensi sosial di masyarakat.

“Oleh karena itu, saya berpandangan perlu kajian komprehensif dan bertahap dalam penetapan NJOP berbasis zona nilai tanah. Dan yang tidak kalah penting, diperlukan mekanisme perlindungan kelompok rentan melalui kebijakan yang ada. Kita tidak mau persoalan ini dipelintir oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab,” tegas Taufan.

Sebagai solusi, ia merekomendasikan perlunya harmonisasi regulasi, sinkronisasi Undang-Undang Pokok Agraria dengan Undang-Undang Cipta Kerja, serta penyelarasan aturan teknis seperti PP No. 18 Tahun 2021 dan Peraturan Menteri ATR/BPN. {}