DPP  

Achmad Taufan Soedirdjo Resmi Sandang Gelar Doktor Ilmu Hukum Dengan Predikat Cumlaude

Berita GolkarUniversitas Borobudur kembali melahirkan doktor baru di bidang Ilmu Hukum. Setelah Politisi Partai Golkar sekaligus praktisi hukum, Achmad Taufan Soedirdjo, resmi menyandang gelar Doktor Ilmu Hukum dengan predikat cumlaude usai mempertahankan disertasi berjudul “Rekonstruksi Rekrutmen Hakim Mahkamah Konstitusi Oleh Panel Ahli Melalui Lembaga Perwakilan” dalam sidang terbuka di Aula Gedung D Kampus A Universitas Borobudur, Jakarta Timur, Sabtu (13/09).

Taufan yang juga menjabat sebagai Presiden ATS Law Firm & Partners sekaligus Direktur Utama PT. Tawu Inti Bati Indonesia ini menegaskan, pilihan tema disertasi bukan tanpa alasan. Ia menyebut bahwa persoalan independensi Mahkamah Konstitusi (MK) sudah berada pada titik krusial, terutama setelah mencuatnya pemberhentian Hakim Aswanto oleh DPR RI dan kontroversi Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023.

“Krisis legitimasi MK terjadi karena proses rekrutmen hakim yang belum sepenuhnya transparan, objektif, dan akuntabel. Dominasi politik masih begitu kuat, sementara partisipasi publik sangat terbatas,” tegas Ketua Umum BPP Pormas Ormas MKGR ini.

Dalam penelitiannya, Taufan mengidentifikasi tiga hal pokok: pertama, konstruksi sistem rekrutmen hakim MK yang berlaku saat ini; kedua, urgensi penguatan peran lembaga perwakilan, khususnya DPR dan DPD, dalam memastikan rekrutmen yang berintegritas; ketiga, tawaran model rekonstruksi sistem berbasis Panel Ahli Independen.

Panel ini dirancang bersifat permanen, profesional, dan non-partisan dengan keanggotaan dari akademisi hukum, praktisi senior, tokoh masyarakat, mantan hakim MK, hingga unsur lembaga etik.

“Panel Ahli Independen inilah yang harus menyeleksi calon hakim secara substansial, mulai dari verifikasi administratif, penilaian rekam jejak, pengujian kompetensi, hingga uji publik. Dengan begitu, proses seleksi tidak lagi menjadi arena kompromi politik, melainkan berbasis profesionalisme dan etika,” jelas Waketum DPP Ormas MKGR ini.

Menurut Taufan, DPR berperan membentuk panel secara terbuka dan partisipatif, sementara DPD diberi fungsi pengawasan menyeluruh terhadap jalannya seleksi. Sistem ini diyakini mampu menciptakan mekanisme check and balance yang sehat sekaligus memperkuat legitimasi publik.

“DPD perlu diperkuat agar fungsi pengawasan seleksi hakim tidak lagi bersifat simbolis, melainkan substantif dan mewakili kepentingan daerah,” tambahnya.

Rekomendasi lain yang diajukan adalah revisi Undang-Undang Mahkamah Konstitusi untuk secara formal mengatur keberadaan Panel Ahli Independen, termasuk revisi regulasi terkait kewenangan DPR, DPD, serta Mahkamah Agung dalam pengusulan calon hakim. Taufan menekankan, tanpa perubahan regulasi, sulit mencegah dominasi elite politik pusat yang berpotensi melemahkan independensi kekuasaan kehakiman.

“Mahkamah Konstitusi adalah guardian of the constitution. Karena itu, hakimnya harus terpilih melalui mekanisme yang benar-benar kredibel. Hanya dengan cara itu putusan MK bisa kembali mendapatkan legitimasi penuh di mata publik,” ujar Sekretaris Bidang Pengembangan UMKM DPP Partai Golkar ini.

Sidang terbuka ini dipimpin langsung oleh Rektor Universitas Borobudur Prof. Ir. H. Bambang Bernanthos, M.Sc, dengan dewan penguji yang terdiri dari Prof. Dr. Faisal Santiago, Prof. Dr. Zainal Arifin Hoesein (Promotor), Dr. H. Ahmad Redi (Ko-Promotor), Dr. H. Bambang Soesatyo, serta Prof. Dr. Ibnu Sina Chandranegara dari Universitas Muhammadiyah Jakarta sebagai penguji luar.

Momen akademik ini juga dihadiri berbagai tokoh politik dan pejabat negara, di antaranya Ketua Fraksi Partai Golkar M. Sarmuji, Ketua DPP Partai Golkar Airin Rachmi Diany, Sekjen PP KPPG Taty Noviati, Ketua Departemen MPO DPP Partai Golkar Achmad Annama, Juru Bicara Presiden Hariqo Wibawa Satria, hingga jajaran keluarga besar Partai Golkar, Ormas MKGR, dan GM FKPPI. Ucapan selamat turut mengalir dari jajaran menteri Kabinet Prabowo, termasuk Airlangga Hartarto, Agus Gumiwang, Bahlil Lahadalia, Meutya Hafid, hingga Nusron Wahid.

Bagi Achmad Taufan Soedirdjo, gelar doktor ini bukan sekadar pencapaian pribadi, melainkan kontribusi pemikiran untuk perbaikan tata kelola ketatanegaraan di Indonesia. Melalui disertasi ini, ia berharap dapat mendorong hadirnya sistem rekrutmen hakim konstitusi yang lebih bersih, transparan, dan berintegritas sebagai sebuah langkah penting menjaga marwah Mahkamah Konstitusi sebagai penjaga konstitusi dan pilar demokrasi bangsa.