Berita Golkar – Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) kembali dibahas di DPR RI setelah sempat tertunda dan masuk daftar carry over ke periode saat ini. Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Ahmad Doli Kurnia Tandjung, menegaskan bahwa pihaknya berupaya agar RUU ini segera disahkan dengan tetap mengedepankan asas keadilan bagi pekerja rumah tangga maupun pemberi kerja.
“RUU ini diharapkan bisa memberikan perlindungan hukum yang komprehensif dan adil, baik bagi pekerja rumah tangga, pemberi kerja, maupun pihak ketiga yang menjadi penghubung,” ujar Ahmad Doli Kurnia, legislator dari Fraksi Partai Golkar, Dapil Sumatera Utara III.
Menurutnya, tantangan utama pembahasan RUU PPRT adalah menemukan titik tengah di tengah kekhawatiran pemberi kerja yang merasa terbebani dengan kewajiban tambahan jika perlindungan terlalu berat sebelah.
“Kita ingin meluruskan bahwa hubungan antara pemberi kerja dengan pekerja rumah tangga ini bukan hubungan industrial. Negara kita memiliki kultur kekeluargaan yang kuat. Banyak pekerja rumah tangga yang sudah dianggap bagian dari keluarga, sehingga ikatan kerja bisa fleksibel, apakah melalui kontrak atau hanya kesepakatan,” jelas Doli.
Ia menambahkan, penggunaan kata “perlindungan” dalam RUU ini lahir dari adanya sejumlah kasus kekerasan terhadap pekerja rumah tangga. Karena itu, undang-undang akan menekankan aspek pencegahan dan perlindungan hak dasar, baik dari bullying, penyiksaan, maupun pelanggaran lain yang kerap terjadi.
Selain itu, Doli mengungkapkan bahwa dalam RUU PPRT akan diatur mekanisme hubungan tiga pihak, yakni pekerja rumah tangga, pemberi kerja, dan pihak ketiga sebagai penghubung. “Hari ini Baleg juga mengundang BUMN yang selama ini menangani asuransi BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan. Kita ingin memastikan pekerja rumah tangga bisa bekerja secara aman, nyaman, dengan jaminan kesehatan dan keselamatan,” terangnya.
Salah satu poin krusial yang tengah dibahas adalah skema iuran perlindungan. Doli memastikan status pekerja rumah tangga tetap dikategorikan sebagai pekerja informal, sehingga tidak ada kewajiban pajak dari penghasilan mereka. Bahkan, jika nantinya ada kewajiban iuran perlindungan, bebannya tidak akan ditanggung pekerja, melainkan pemberi kerja.
“Kita sedang hitung besaran iurannya. Dari hasil pembahasan, untuk total BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan hanya sekitar Rp50 ribu per bulan. Angka ini relatif kecil dan tidak akan terlalu memberatkan pemberi kerja. Jadi status pekerja tetap informal, tetapi perlindungan kita maksimalkan tanpa membebani,” tegas Wakil Ketua Umum DPP Partai Golkar ini.
Ahmad Doli menutup dengan optimisme bahwa pembahasan RUU PPRT akan segera rampung. “Insya Allah dalam satu atau dua minggu ke depan, undang-undang ini bisa kita selesaikan. Harapannya, PPRT benar-benar menjadi payung hukum yang adil, memberikan perlindungan bagi pekerja, dan tetap realistis bagi pemberi kerja,” pungkasnya.













