DPP  

Henry Indraguna Ingatkan Komisi Reformasi Polri Harus Independen dan Bebas Intervensi Politik

Berita GolkarPresiden Prabowo Subianto segera membentuk Komisi Reformasi Kepolisian Republik Indonesia (Polri) sebagai respons cepat dari salah satu tuntutan 17+8, yang lahir dari desakan publik pasca-kerusuhan demonstrasi akhir Agustus 2025.

Informasi tentang rencana pembentukan Komisi Reformasi Kepolisian tersebut diungkapkan oleh Gerakan Nurani Bangsa (GNB) yang telah berdialog dengan Presiden Prabowo pada pekan lalu (11/9/2025) di Istana Negara, Jakarta. Kehadiran Komisi Reformasi Kepolisian ini nantinya diharapkan bisa mengakomodir berbagai tuntutan pembenahan menyeluruh di institusi kepolisian.

Pakar Hukum Prof. Dr. Henry Indraguna, SH.MH, menilai langkah ini sebagai peluang emas untuk membawa Polri lebih dekat ke hati rakyat. Prof Henry mengingatkan bahwa reformasi harus berpijak pada prinsip filosofis yang kokoh dan pelajaran dari dunia.

Prof Henry kemudian merujuk pemikiran Sir Robert Peel yang menjadi peletak dasar kepolisian modern. Tahun 1829 Peel menyebut bahwa polisi sejatinya adalah pelayan masyarakat dan bukan alat represi.

“Kekuatan polisi terletak pada kepercayaan publik, dan itu dimulai dari pendidikan yang membentuk jiwa dan karakter yang humanis,” tegas Prof Henry kepada suarakarya.id di Jakarta, Jum’at (20/9/2025).

Profesor dan Guru Besar Unissula Semarang ini mengingatkan pemikiran dari Filsuf John Locke, yang memandang polisi sebagai pelindung hak individu dalam kontrak sosial masih sangat relevan.

Menurutnya, tanpa landasan ini, reformasi Polri berisiko menjadi sekadar wacana, sebagaimana yang sering terjadi di masa lalu.

“Komisi Reformasi Kepolisian Republik Indonesia (Polri) harus berisi para figur independen, bebas dari campur tangan politik. Bisa dimulai dari revisi UU Kepolisian Nomor 2 Tahun 2002 agar bisa memangkas kewenangan berlebih dan memperkuat independensi Kompolnas,” jelas Prof Henry.

Doktor Ilmu Hukum UNS Surakarta dan Universitas Borobudur ini menyebutkan pula bahwa reformasi Kepolisian bisa belajar dari peristiwa serupa di banyak negara. Di Amerika Serikat ada Kerner Commission pada 1968 yang mendorong pelatihan untuk memperbaiki hubungan polisi dan masyarakat.

“Ini berhasil menekan keluhan kekerasan hingga 20-30% di kota-kota besar. Di India, pedoman Prakash Singh pada 2006 memperkuat akuntabilitas polisi, mengurangi korupsi hingga 15%. Belgia, pasca-skandal Dutroux 1996, memperbaiki pengawasan melalui pelatihan berbasis HAM pun menurunkan korupsi polisi hingga 25%. Dan data dari UNODC pun menunjukkan bahwa pendidikan berbasis hak asasi dan audit keamanan mampu meningkatkan kepercayaan publik hingga 40%,” urainya.

Maka dari perspektif Prof Henry, jantung reformasi terletak pada pembaharuan pendidikan polisi. Kurikulum yang kaya akan pelatihan hak asasi manusia, mengadopsi pendekatan de-eskalasi konflik seperti di Norwegia yang memangkas insiden kekerasan hingga 35%.

Polisi perlu belajar berkomunikasi dan bermediasi dengan masyarakat, seperti yang terbukti efektif di Inggris pasca-reformasi 1980-an. Prof Henry menekankan pendidikan etika dan antikorupsi juga harus menjadi tulang punggung untuk menanamkan integritas.

“Tentu penguasaan teknologi paling mutakhir juga dibutuhkan seperti predictive policing di Singapura. Itu mampu meningkatkan efisiensi patroli hingga 20% dengan berpijak pada budaya lokal Indonesia untuk menyelesaikan konflik dengan kearifan setempat,” tuturnya.

Prof Henry sekali lagi mengingatkan bahwa Komisi Reformasi Polri harus mampu menghindari jebakan reformasi masa lalu yang berhenti di tumpukan kertas.

“Presiden Prabowo memiliki momentum untuk menjadikan Polri sebagai pelindung sejati rakyat. Dengan kurikulum pendidikan yang humanis dan komitmen transparan, kita bisa melihat Polri dengan paradigma baru yang bukan retorika, formalistis karena selera elit kekuasaan. Tetapi harus menjadi Bhayangkara sejati yang membela hak-hak rakyat dan bercermin dari semangat perjuangan Jenderal Hoegeng,” urai Wakil Ketua Dewan Pembina Kongres Advokat Indonesia (KAI) ini.

Profesor HC Unissula dengan tacit knowledge: Merefleksi dan Menguraikan Akar Masalah Dalam Pemberantasan Korupsi Melalui Pendidikan Moral Anti Korupsi yang Holistik menegaskan bahwa keterlibatan masyarakat sipil dalam Komisi Reformasi Polri ini bisa menjadi pembeda.

Leave a Reply