Firman Soebagyo Desak Investigasi Tuntas Kasus Keracunan Program MBG, Ingatkan Potensi Sabotase

Berita GolkarKasus keracunan makanan yang menimpa sejumlah anak sekolah penerima program Makan Bergizi (MBG) di berbagai daerah mendapat sorotan tajam dari anggota Komisi IV DPR RI, Firman Soebagyo. Legislator yang membidangi masalah pangan itu menegaskan bahwa kejadian tersebut bukan sekadar insiden biasa, melainkan persoalan serius yang menyangkut kesehatan generasi penerus bangsa sekaligus menyentuh kredibilitas pemerintah dalam menjalankan program strategis nasional di bidang gizi.

“Kasus keracunan anak-anak sekolah penerima MBG sangat memprihatinkan. Pemerintah tidak boleh anggap remeh. Harus ada investigasi tuntas untuk mengetahui penyebabnya, apakah murni kelalaian teknis atau ada faktor lain yang disengaja,” ujar Firman dalam keterangannya kepada redaksi Golkarpedia di Jakarta.

Firman menjabarkan berbagai kemungkinan penyebab terjadinya keracunan. Pertama, pengelolaan makanan yang tidak sesuai standar kebersihan, baik dalam tahap pengolahan, penyimpanan, maupun penyajian.

Kedua, penggunaan bahan makanan yang tidak segar, rusak, atau bahkan terkontaminasi sejak dari pemasok. Ketiga, proses memasak yang tidak memenuhi standar, seperti suhu pemasakan yang terlalu rendah atau waktu masak yang tidak memadai, sehingga bakteri atau virus tetap hidup.

Selain itu, pola penyimpanan makanan yang tidak sesuai standar rantai dingin juga berpotensi mempercepat pertumbuhan mikroba berbahaya. “Kurangnya pengawasan dan kontrol kualitas di lapangan membuat masalah seperti ini sulit terdeteksi sejak awal. Padahal, anak-anak yang menjadi korban sedang dalam tahap pertumbuhan, sehingga rentan sekali terhadap keracunan,” jelas politisi senior Partai Golkar ini.

Langkah Solusi yang Mendesak

Untuk mencegah berulangnya kasus serupa, Firman yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia ini mendorong pemerintah agar mengambil sejumlah langkah konkret. Ia menilai investigasi menyeluruh menjadi kunci agar akar persoalan bisa diungkap secara gamblang. Hasil investigasi itu, lanjutnya, harus menjadi dasar perbaikan sistem, bukan sekadar laporan administratif.

Selain itu, ia menekankan perlunya peningkatan pengawasan dan kontrol kualitas di semua lini. Pemerintah harus memastikan bahwa standar keamanan pangan benar-benar dipatuhi sejak proses pengadaan bahan makanan hingga distribusi ke sekolah-sekolah. “Setiap tahap perlu quality control yang ketat. Jangan ada kompromi, karena ini menyangkut keselamatan anak-anak,” tegasnya.

Firman juga menilai tenaga pelaksana program MBG harus diberikan pelatihan khusus tentang cara mengolah, menyimpan, dan menyajikan makanan dengan aman. Ia menambahkan, sekolah dan orang tua murid juga perlu diberikan edukasi mengenai keamanan pangan agar dapat ikut mengawasi jalannya program.

Potensi Sabotase Harus Diwaspadai

Lebih jauh, legislator asal Pati Jawa Tengah ini mengingatkan agar pemerintah tidak menutup mata terhadap potensi adanya sabotase dalam pelaksanaan MBG. Menurutnya, karena program ini menyangkut anggaran besar dan menyentuh jutaan anak sekolah di seluruh Indonesia, tidak menutup kemungkinan ada pihak-pihak tertentu yang mencoba menggagalkan keberhasilannya.

“Badan Gizi harus tetap waspada terhadap kemungkinan adanya sabotase. Karena itu pelaksanaan program harus benar-benar selektif, melibatkan Pemda, ibu-ibu PKK, serta bekerja sama dengan Persit dan Bhayangkari. Dengan begitu, kontrol bisa lebih ketat dan pelaksanaan program lebih terjamin,” papar Firman.

Ia juga menegaskan bahwa MBG tidak boleh dipandang sebagai proyek biasa. Program ini bersentuhan langsung dengan kebutuhan dasar rakyat dan berkaitan dengan masa depan sumber daya manusia Indonesia. “Kalau sampai program ini gagal atau bermasalah, maka dampaknya bukan hanya kepada anak-anak penerima manfaat, tetapi juga bisa merusak kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah,” katanya.

Firman turut menanggapi isu adanya anggota DPR yang dilibatkan secara langsung sebagai penyelenggara program. Menurutnya, hal itu tidak diperlukan dan justru bisa menimbulkan konflik kepentingan.

“Program ini harus berjalan profesional. Tidak boleh sekadar asal makan, apalagi sampai disubkontrakkan ke pihak yang tidak berkompeten. Makanan yang disajikan harus sesuai standar undang-undang dan prinsip gizi yang baik, yaitu 4 sehat 5 sempurna. Kalau tidak, pasti akan bermasalah,” tandasnya.

Ia menegaskan bahwa program MBG seharusnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab pemerintah. Legislatif cukup berperan dalam fungsi pengawasan dan memastikan agar anggaran benar-benar digunakan sesuai tujuan. “Biarlah program yang mulia ini ditangani pemerintah dengan mekanisme yang profesional, transparan, dan akuntabel. Jangan ada pihak yang memanfaatkannya untuk kepentingan lain,” tegas Firman.

Di akhir keterangannya, Firman menekankan pentingnya evaluasi menyeluruh dan perbaikan sistem agar program MBG benar-benar membawa manfaat bagi peningkatan gizi anak-anak Indonesia. Menurutnya, keberhasilan MBG akan menjadi fondasi penting dalam membangun generasi muda yang sehat, cerdas, dan produktif.

“Jangan biarkan kasus keracunan ini merusak tujuan mulia dari MBG. Pemerintah harus serius melakukan pembenahan, agar setiap anak penerima manfaat bisa benar-benar mendapatkan makanan sehat, bergizi, dan aman. Dengan begitu, cita-cita kita untuk mencetak generasi emas Indonesia bisa terwujud,” pungkasnya.

Leave a Reply