Revisi UU BUMN Jadi PR Besar, Gde Sumarjaya Linggih Tekankan Formula Profit dan Agent of Development

Berita Golkar – Revisi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 tentang BUMN menghadirkan pekerjaan rumah (PR) besar bagi DPR RI dan pemerintah soal merumuskan aturan yang mampu menyatukan dua logika yang sering bertentangan, orientasi keuntungan dan mandat negara sebagai agent of development yang dijalankan BUMN.

Pernyataan itu disampaikan oleh Anggota Komisi VI DPR RI Gde Sumarjaya Linggih dalam Rapat Dengar Pendapat Umum Komisi VI DPR RI dengan Pakar Hukum UGM Prof. Dr. Mailinda Eka Yuniza, SH, LLM., Pakar Hukum Universitas Jember Prof Dr. I Gede Widhiana Suarda, SH, M.HUM., dan Guru Besar Hukum Universitas Lampung Prof. Rudy Lukman, SH, MH, Ph.D di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Kamis (25/9/2025).

“Ini memang susah-susah gampang bikin undang-undang ini. Satu pihak terkait dengan undang-undang PT, satu pihak terkait dengan BUMN ini adalah merupakan agent of development. Tentunya kalau agent of development menjadi benefit-oriented, sementara kalau kita undang-undang PT, profit-oriented. Ini persoalan, susah ini antara bicara benefit atau bicara profit,” kata Demer, sapaan akrabnya, dikutip dari laman DPR RI.

Lebih lanjut, dirinya memberikan contoh konkret pembangunan Nusa Dua oleh ITDC. Menurutnya, kawasan yang dibangun sejak era 1970-an itu, walaupun tidak menguntungkan bila dihitung semata dari sisi investasi dalam beberapa decade, namun memberi manfaat ekonomi dan ikon pariwisata yang besar bagi Bali.

“Kalau dipikir dengan business judgment rule, ini nggak pernah untung tapi secara benefit, Bali nggak akan seperti sekarang,” ujar Demer.

Baginya, fenomena ini menunjukkan kasus nyata di mana tujuan pembangunan melampaui logika profit semata. Melalui, transformasi ini, ungkapnya, Nusa Dua menjadi kawasan pariwisata terencana menjadi bukti bagaimana mandat pembangunan BUMN bisa berdampak luas terhadap perekonomian daerah.

Di sisi lain, dirinya memahami terjadinya dilema soal isu hukum korporasi berupa penerapan business judgment rule (BJR). Di satu sisi, terangnya, BJR memberi ruang bagi dewan direksi untuk mengambil keputusan bisnis tanpa takut langsung dipidana bila hasilnya rugi, selama keputusan dibuat dengan itikad baik dan kehati-hatian.

Akan tetapi, ungkapnya, aparat penegak hukum di Indonesia kerap menerapkan pendekatan result-oriented, yang menjadikan kerugian sebagai titik awal penyelidikan pidana, sehingga perlindungan BJR belum sepenuhnya efektif bagi pejabat BUMN. Baginya, hal ini menambah kompleksitas ketika BUMN diberi tugas yang mungkin berpotensi merugi demi tujuan publik.

Lebih rinci, Demer menjelaskan lima alasan pendirian BUMN di antaranya keamanan (security reason), penugasan khusus (misalnya penyedia pangan), riset dan pengembangan yang belum menghasilkan profit, pengembangan daerah tertinggal, dan proyek yang terlalu besar untuk dijalankan oleh swasta (too big for private party), seperti sejumlah infrastruktur pelabuhan dan fasilitas publik.

“Kalau kita kejar profit terus, berat juga kondisi negara kita yang sedang berkembang. BUMN sangat diperlukan sebagai pemacu pertumbuhan,” kata Demer.

Adanya alasan ini, jelasnya, revisi UU BUMN harus merumuskan kriteria yang membedakan aktivitas BUMN yang layak mendapat perlakuan khusus. Sebagai contoh, mandat publik, subsidi, atau perlindungan hukum bagi pengambil keputusan. dan aktivitas komersial yang harus tunduk pada aturan pasar dan kewajiban akuntabilitas korporat.

Demer juga mengingatkan terkait tantangan menyusun formula yang mengikat satu pihak tanpa menghambat pihak lain, yakni memberi ruang bagi BUMN menjalankan mandat publik tanpa menjadikan pejabatnya rentan pada tuntutan pidana semata akibat keputusan yang ternyata merugikan kas perusahaan.

“PR yang luar biasa in. Semoga nanti dalam panjang kita menemukan suatu formula yang bisa menggabungkan antara profit dan benefit antara undang-undang PT dan penugasan agent of development ini bisa berjalan,” ujarnya.

Menutup pernyataannya, seluruh pihak terkait perlu memiliki keyakinan yang sama bahwa keberhasilan revisi terletak pada kemampuan menemukan formula hukum yang mengharmoniskan tujuan pembangunan nasional serta tata kelola korporasi yang sehat.

“Kita sama-sama PR ini dengan para profesor ini, semoga nanti dalam panjang kita menemukan suatu formula yang bisa menggabungkan antara profit dan benefit,” pungkas Politisi Fraksi Partai Golkar itu. {}