Berita Golkar – Anggota Komisi XII DPR RI dari Fraksi Partai Golkar, Beniyanto Tamoreka, menilai insiden kebakaran yang terjadi di salah satu smelter kawasan industri Morowali, Sulawesi Tengah, perlu dijadikan momentum memperkuat standar keselamatan kerja dalam ekosistem hilirisasi mineral nasional.
Menurutnya, keberhasilan hilirisasi tidak semata ditopang oleh kapasitas produksi, tetapi juga oleh kesiapan sistem perlindungan tenaga kerja dan manajemen risiko industri.
“Hilirisasi nikel membawa multiplier effect yang besar bagi ekonomi daerah. Namun untuk menjaga keberlanjutan industri, aspek keselamatan dan tata kelola harus ditempatkan sebagai elemen strategis, bukan pelengkap administratif,” ujar Beniyanto.
Perkembangan kawasan industri berbasis nikel seperti Morowali, Konawe, dan Halmahera dalam lima tahun terakhir telah meningkatkan kontribusi sektor pengolahan mineral terhadap ekspor nasional. Data Kementerian ESDM mencatat, nilai ekspor produk hilirisasi nikel mencapai lebih dari US$ 33 miliar pada 2024. Namun, seiring eskalasi investasi, risiko operasional dan keselamatan kerja juga meningkat.
Beniyanto menilai, koordinasi lintas kementerian terkait dan pemerintah daerah penting untuk menyusun standar teknis keselamatan di industri smelter yang mengikuti benchmark global. Ia juga mendorong penerapan audit K3 berkala, integrasi pelaporan insiden, hingga kesiapsiagaan evakuasi darurat sebagai bagian dari tata kelola industri.
“Indonesia sedang bergerak menuju status pusat pemurnian nikel dunia. Untuk itu, industri hilir kita juga harus memenuhi parameter ESG dan industrial safety agar kompetitif di pasar global,” tutur Bendahara Balitbang DPP Partai Golkar ini.
Sebagai legislator asal daerah pemilihan Sulawesi Tengah, Beniyanto Tamoreka memastikan DPR akan mendukung penguatan kebijakan yang bersifat preventif, termasuk perlindungan tenaga kerja lokal dan pengembangan kompetensi operator industri.
“Investasi jangka panjang membutuhkan kepastian, dan kepastian itu hadir jika industri mampu menunjukkan kepedulian pada keselamatan, lingkungan, dan kualitas SDM. Ini bukan sekadar regulasi, melainkan fondasi industri yang berkelanjutan,” pungkasnya. {}