Berita Golkar – Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI dari Fraksi Partai Golkar, Firman Soebagyo, menegaskan bahwa penguatan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) tidak boleh dilakukan dengan cara menyetarakannya dengan kementerian. Menurut Firman, langkah tersebut justru berpotensi mengaburkan mandat ideologis BPIP yang selama ini menjadi fondasi penting dalam menjaga keutuhan nilai Pancasila.
“BPIP itu benteng ideologi bangsa. Jangan diseret masuk ke struktur kementerian yang sangat birokratis dan berpotensi mengerdilkan peran strategisnya,” tegas Firman dalam keterangannya usai mengikuti pembahasan di Baleg DPR RI.
Firman menjelaskan bahwa penyetaraan BPIP dengan kementerian bukan hanya berisiko menciptakan tumpang tindih kewenangan, tetapi juga dapat mengurangi fleksibilitas lembaga tersebut dalam menjalankan tugas pembinaan ideologi secara lincah dan responsif. Menurutnya, karakter BPIP sebagai lembaga ideologis tidak cocok jika dipaksa masuk dalam mekanisme kementerian yang sarat tahapan administratif.
“Kalau BPIP masuk pola kementerian, geraknya akan terkekang oleh prosedur birokrasi. Padahal tugas mereka menuntut kecepatan, independensi, dan kapasitas untuk masuk ke semua lini masyarakat tanpa hambatan struktural,” ujar Wakil Ketua Umum KADIN Indonesia ini.
Firman menyebut BPIP memiliki tiga fungsi besar yang tidak bisa dipisahkan dari kebutuhan akan independensi: mengembangkan nilai Pancasila dalam berbagai aspek kehidupan bangsa, melakukan pendidikan dan pembinaan ideologi secara sistematis, serta mengawasi implementasi Pancasila dalam kebijakan publik dan institusi nasional. Ia menilai ketiga fungsi itu menuntut sebuah lembaga yang kuat dalam otoritas, namun fleksibel dalam pelaksanaan.
“Fungsi ideologis itu tidak boleh dilumpuhkan oleh birokrasi. BPIP harus lincah masuk ke sekolah, kampus, komunitas, hingga instansi pemerintah. Kalau dibelenggu pola kementerian, efektivitas pembinaan ideologi bisa melemah,” kata Firman yang juga menjabat Wakil Ketua Fraksi Partai Golkar MPR RI.
Menurutnya, penguatan BPIP harus diarahkan pada penegasan kewenangan, peningkatan dukungan anggaran, penguatan kapasitas SDM, hingga mekanisme koordinasi lintas kementerian dan lembaga yang lebih sistematis. Penguatan seperti inilah yang menurut Firman dibutuhkan agar BPIP mampu menjaga relevansi Pancasila dalam dinamika sosial-politik yang semakin kompleks.
“Kalau mau memperkuat BPIP, kuatkan mandatnya, kuatkan anggarannya, kuatkan koordinasinya. Jangan malah mengubah strukturnya menjadi kementerian. Itu bisa mematikan roh utama lembaga ini,” tegasnya.
Sikap Firman Soebagyo mendapat dukungan luas dari tokoh agama yang hadir dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Baleg DPR RI. Perwakilan Majelis Ulama Indonesia (MUI), Nahdlatul Ulama (NU), Dewan Gereja Indonesia, hingga tokoh Hindu Indonesia sepakat bahwa BPIP harus diperkuat, namun tetap dijaga independensi dan fleksibilitasnya.
Wakil MUI menekankan bahwa BPIP memegang peran vital dalam memastikan nilai-nilai Pancasila tetap hidup dalam masyarakat, sehingga kelembagaannya harus diperkuat secara proporsional. Perwakilan NU menyampaikan bahwa birokratisasi berlebihan justru akan menghambat efektivitas pembinaan ideologi, terutama dalam menjangkau masyarakat secara luas.
Dewan Gereja Indonesia menilai BPIP harus menjadi lembaga yang mampu menghasilkan program-program pembinaan Pancasila yang inklusif, toleran, dan relevan dengan keberagaman Indonesia. Sementara tokoh Hindu menegaskan bahwa BPIP perlu diberi kapasitas yang cukup untuk memastikan nilai Pancasila diterapkan konsisten di berbagai sektor kehidupan.
Para tokoh agama tersebut juga menegaskan kembali komitmen bahwa Pancasila adalah ideologi negara yang harus dijaga, dikembangkan, dan ditanamkan secara berkelanjutan kepada seluruh warga negara. Menurut mereka, penguatan BPIP adalah bagian penting dari upaya menjaga ketahanan ideologis bangsa dalam menghadapi perkembangan zaman.
Dengan dukungan komprehensif dari para pemangku kepentingan, Firman menilai momentum ini penting untuk menegaskan kembali posisi BPIP sebagai lembaga ideologis yang kuat dan strategis. “Kita semua sepakat bahwa BPIP harus menjadi garda terdepan dalam menjaga Pancasila. Karena itu, penguatannya harus tepat sasaran, kuat secara kewenangan, luwes secara gerak, dan tidak terjebak dalam birokrasi yang justru membatasi,” tutup Firman.













