Berita Golkar – Acara Tasyakuran Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden RI ke-2, Jenderal Besar Almarhum H.M. Soeharto, di Masjid Ainul Hikmah DPP Partai Golkar menjadi momentum penting bagi para kader dan tokoh organisasi untuk merefleksikan perjalanan panjang Pengusulan Gelar tersebut.
Di tengah suasana syukur dan kebersamaan tasyakuran yang digelar atas inisiasi Balitbang DPP Partai Golkar bersama PP MDI tersebut, Wakil Ketua Balitbang DPP Partai Golkar, Prof. Ganjar Razuni, memberikan penjelasan mendalam mengenai proses yang selama sudah bertahun-tahun berjalan di balik Pengusulan Gelar Pahlawan Nasional bagi sosok yang dikenal sebagai Bapak Pembangunan Indonesia itu.
Prof. Ganjar menjelaskan bahwa dirinya sempat diminta untuk bisa terlibat langsung dalam proses tersebut atas permintaan Ketua Umum Satkar Ulama. Ia menyebut pengalaman sebelumnya dalam memperjuangkan Gelar Kepahlawanan tokoh-tokoh nasional menjadi salah satu alasan mengapa dirinya dipercaya untuk membatu upaya tersebut dan menjalankan tugas itu.
“Saya diminta pertimbangan oleh Ketua Umum Satkar Ulama untuk mengurus Gelar Pahlawan Nasional bagi Pak Harto. Kenapa? Karena saya pernah punya 2 success story saat menjadi Ketua Tim Pengkaji dan Pengusul Gelar Daerah (TP2GD) yaitu dari Kabupaten Jombang saya Ketua Tim memperjuangkan Almarhum KH. Abdul Wahab Hasbullah, penggerak berdirinya NU,” jelas Prof. Ganjar.
“Kedua saya pernah diminta jadi Ketua TP2GD dari Kota Malang untuk memperjuangkan Almarhum Mas Isman sebagai Pahlawan Nasional dan berhasil semuanya dalam satu kali usulan. Mas Isman berperan besar dalam Peristiwa 10 November juga pendiri Kosgoro. Dengan 2 success story itu saya diminta untuk membantu mengusulkan Pak Harto,” sambungnya lagi.
Namun, lanjut Ganjar, pengusulan gelar kepahlawanan bukanlah proses yang bisa dijalankan begitu saja, karena terdapat regulasi dan mekanisme yang diatur undang-undang No. 20 tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa dan Kehormatan serta PP nomor 35 tahun 2010 tentang pelaksanaan UU tersebut, menegaskan pentingnya mematuhi kerangka hukum yang berlaku sebelum melangkah lebih jauh dalam proses yang berlaku.
“Tapi saya tahu UU ada UU nomor 20 tahun 2009 tentang gelar tanda jasa dan kehormatan. PP-nya ada PP 35/2010 tentang pelaksanaan UU tersebut. Lalu saya cek ke pejabat yang berwenang di Kemensos RI. Bagaimana soal Pak Harto, apakah sudah ada tim TP2GD? Ternyata sudah ada dari TP2GD dari Kabupaten Karanganyar, anggotanya ada 9 orang. Menurut UU harus ada 3 unsur yang memenuhi TP2GD, yakni unsur birokrasi setempat, unsur akademisi dan unsur praktisi. Dari akademisi terutama sejarah dan sosiologi,” jelasnya.
Ia menjelaskan bahwa TP2GD Kabupaten Karanganyar sudah mengusulkan gelar untuk HM. Soeharto sejak 2010 dengan komposisi tim yang sah secara aturan.
“Jadi 9 orang itu yang mengusulkan gelar Pahlawan Pak Harto, diusulkan tahun 2010. Bupati Karanganyar waktu itu Ibu Rina Iriani Sri Ratnaningsih, setelah saya cek beliau kader AMPI dan juga pengusaha. Setelah itu diusulkan ke provinsi, kemudian diolah dan diteruskan ke pusat di Jakarta oleh Gubernur Jateng Bibit Waluyo, tahun 2010,” jelas Prof. Ganjar.
Namun perjalanan usulan itu tidak berjalan mulus karena di tingkat pusat sempat terhenti selama bertahun-tahun. “Setelah diusulkan di pusat, sempat mandek 10–15 tahun. Sampai 2015–2020 memenuhi syarat, hanya saja belum ada Presiden RI yang berani memutuskan itu. Hanya Presiden Prabowo Subianto yang berani mengambil risiko dari keputusan itu terlepas dari pro kontra di negeri. Alhamdulilah bisa selesai dengan baik dan berhasil,” lanjutnya.
Prof. Ganjar juga menegaskan bahwa organisasi politik tidak bisa menjadi pengusul resmi sesuai ketentuan undang-undang. Namun dukungan tetap dapat diberikan sebagai bentuk aspirasi moral.
“Jadi menurut UU suatu organisasi tidak bisa mengusulkan karena bisa tidak objektif, tapi mendukung boleh. Jadi yang mengusulkan tetap TP2GD Kabupaten kemudian masuk ke TP2GD di tingkat provinsi, dari TP2GD Provinsi diusulkan ke Pusat, dengan itu baru Mensos mengusulkan ke Dewan Gelar RI. Itu harus berdasarkan catatan dan rekomendasi TP2GP Pusat. Dari Dewan Gelar baru diusulkan ke Presiden melalui Sekretaris Militer Presiden,” jelasnya.
Puncaknya, kata Ganjar, berada pada keputusan Presiden sebagai pemegang hak prerogatif. Ia menilai bahwa langkah Presiden Prabowo menunjukkan keberanian politik dalam menetapkan keputusan yang sudah lama memenuhi syarat hukum.
“Alhamdulillah Presiden Prabowo memutuskan itu, dan ada nama Gus Dur, Pak Harto mendapat Gelar Pahlawan Nasional. Keluarlah Keppresnya. Jadi secara akademik adalah pengusulan berdasarkan UU, secara politis berdasar ketatanegaraan, hanya Presiden Prabowo yang memiliki hak prerogatif untuk memutuskan. Atas proses ini, Partai Golkar sangat mengapresiasi yang sangat luar biasa kepada Presiden Prabowo yang telah memutuskan,” tegasnya.
Melalui penjelasan tersebut, Prof. Ganjar Razuni menegaskan bahwa penganugerahan gelar Pahlawan Nasional untuk HM. Soeharto adalah hasil dari proses panjang, sistematis, dan sesuai dengan ketentuan hukum. Tasyakuran yang digelar oleh Partai Golkar menjadi ruang untuk mensyukuri keputusan negara sekaligus mengenang kembali jasa-jasa Soeharto dalam perjalanan pembangunan Indonesia.













