Berita Golkar – Anggota Komisi IV DPR RI, Firman Soebagyo, mengingatkan bahwa sektor pertanian membutuhkan keberpihakan negara yang lebih kuat, terutama dalam menghadapi tantangan kesejahteraan petani yang tak kunjung membaik. Ia menilai, pemerintah harus mengarahkan kebijakan untuk melindungi dan memberdayakan petani, bukan malah membiarkan munculnya praktik kriminalisasi terhadap mereka ketika terjadi persoalan di lapangan.
Dalam pernyataannya, Firman mengingatkan bahwa sebagian besar petani bekerja dengan keterbatasan pendidikan, akses informasi, modal, serta teknologi. Karena itu, negara wajib hadir melalui kebijakan yang mempermudah dan memperkuat posisi mereka.
“Petani kita tidak boleh dibiarkan berjalan sendiri. Mereka membutuhkan perlindungan, edukasi, dan akses yang lebih mudah pada fasilitas pertanian. Negara harus hadir untuk menguatkan, bukan mempersulit,” ujarnya menegaskan.
Firman lantas memaparkan bahwa dukungan sistemik pemerintah dapat dimulai dari penyediaan edukasi dan pelatihan mengenai teknologi pertanian modern dan manajemen usaha tani.
Selain itu, pemerintah perlu memastikan ketersediaan akses kredit dan input pertanian yang terjangkau, membangun infrastruktur pertanian yang memadai, hingga membentuk sistem pemasaran yang lebih adil dan transparan. Ia menambahkan, “Jika sistemnya dibenahi, petani akan lebih mandiri dan produktif. Dari situlah kita bisa mencapai swasembada pangan dan meningkatkan kesejahteraan mereka.”
Kondisi Petani Semakin Sulit: Tantangan Berlapis yang Tak Terhindarkan
Politisi senior Partai Golkar ini juga menanggapi derasnya aduan masyarakat terkait kondisi petani yang semakin terpuruk dalam beberapa tahun terakhir. Menurutnya, petani menghadapi realitas yang semakin berat, mulai dari ketergantungan pada cuaca hingga minimnya dukungan struktural. Perubahan iklim yang semakin ekstrem membuat hasil panen tidak menentu, dan banyak petani belum dapat memanfaatkan teknologi modern karena keterbatasan biaya maupun literasi.
Selain itu, biaya produksi di sektor pertanian terus meningkat. Harga pupuk, benih, pestisida, dan peralatan mengalami kenaikan signifikan, sementara harga jual hasil pertanian cenderung rendah dan tidak stabil, membuat pendapatan petani semakin tergerus.
Situasi diperparah dengan sulitnya akses terhadap kredit usaha tani. “Kondisi ini membuat petani kita semakin terjepit. Tanpa intervensi pemerintah yang tepat, kesejahteraan mereka akan semakin tergerus,” tegas Firman yang juga menjabat Wakil Ketua Fraksi Partai Golkar MPR RI.
Kondisi tersebut tidak bisa dibiarkan, sebab petani merupakan kelompok vital yang menjadi penopang ketahanan pangan nasional. Kemandirian bangsa dalam pemenuhan kebutuhan pangan sangat bergantung pada kemampuan petani menghasilkan produksi yang berkualitas dan berkelanjutan.
Solusi Kebijakan: Perlu Kolaborasi dan Reformasi Menyeluruh
Menjawab berbagai tantangan tersebut, Firman menyampaikan pentingnya kolaborasi antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, lembaga keuangan, akademisi, dan organisasi petani untuk memperbaiki ekosistem pertanian.
“Kita tidak bisa menyelesaikan persoalan pertanian secara parsial. Semua pemangku kepentingan harus bergerak bersama agar kebijakan yang lahir benar-benar menyentuh kebutuhan petani di lapangan,” tegasnya.
Wakil Ketua Umum KADIN Indonesia ini mengingatkan bahwa perbaikan akses pendidikan dan pelatihan pertanian modern adalah fondasi awal yang harus diperkuat. Selain meningkatkan keterampilan, pendampingan berkelanjutan juga diperlukan untuk memastikan petani mampu menerapkan teknologi dan metode baru dengan benar.
Ia juga mendorong pemerintah agar memperluas subsidi dan insentif pertanian, terutama pada sektor-sektor produksi yang menyangkut kebutuhan pokok masyarakat. Program subsidi harus tepat sasaran, mudah diakses, dan tidak menambah beban administratif bagi petani. “Subsidi itu harus mempermudah petani, bukan malah membuat mereka terjebak dalam birokrasi yang melelahkan,” ungkap legislator asal Pati, Jawa Tengah ini.
Firman menekankan bahwa pembangunan infrastruktur pertanian seperti jaringan irigasi modern, jalan produksi, embung, serta fasilitas penyimpanan dan pascapanen harus menjadi prioritas jika pemerintah ingin meningkatkan efisiensi dan menekan biaya produksi.
Tidak kalah penting, Firman menggarisbawahi perlunya penguatan kelembagaan petani seperti koperasi dan kelompok tani. Menurutnya, kelembagaan yang kuat akan meningkatkan posisi tawar petani dalam rantai pasok, memperpendek jalur distribusi, dan membantu memastikan harga jual yang lebih stabil.
“Jika kelembagaan mereka kuat, posisi tawar petani akan meningkat, rantai distribusi bisa lebih efisien, dan mereka tidak lagi menjadi pihak paling dirugikan dalam sistem perdagangan,” tuturnya.
Menegaskan Komitmen Negara Terhadap Masa Depan Pertanian
Firman menutup pernyataannya dengan menegaskan bahwa keberpihakan terhadap petani bukan hanya soal kebijakan jangka pendek, tetapi bagian dari strategi besar menjaga kedaulatan pangan Indonesia di tengah dinamika global yang tidak menentu. Ia mengingatkan bahwa petani adalah pahlawan pangan yang memperjuangkan kebutuhan dasar seluruh rakyat Indonesia.
“Petani adalah pahlawan pangan. Kita harus menghormati jerih payah mereka dengan kebijakan yang berpihak dan sistem yang adil. Jangan biarkan mereka terus berjuang tanpa dukungan negara,” pungkasnya.
Dengan penegasan ini, Firman berharap pemerintah semakin serius memperkuat sektor pertanian secara menyeluruh, sehingga kesejahteraan petani dapat meningkat, ketahanan pangan nasional terjaga, dan Indonesia semakin dekat dengan cita-cita swasembada yang berkelanjutan.













