Berita Golkar – Wakil Ketua Badan Sosialisasi MPR RI dari Fraksi Partai Golkar, Agun Gunandjar Sudarsa menyanyangkan sikap inkonsistensi bangsa Indonesia pasca reformasi. Salah satu yang menjadi sorotan dan inkonsistensi bangsa Indonesia, kata Agun, ialah soal otonomi daerah.
Hal itu disampaikan Agun dalam acara Sosialisasi 4 Pilar MPR RI dihadapan civitas akademika Mahasiswa S1, S2 dan S3 Politeknik STIA LAN Jakarta baru-baru ini. Agun yang merupakan saksi dan pelaku sejarah reformasi mengaku sangat menyesal lantaran bangsa Indonesia tak konsisten soal otonomi daerah.
“Dapat saya simpulkan bahwa kita tidak konsisten antara landasan filosofis Amandemen UUD Negara dengan implementasi kebijakannya. NKRI sebagai bentuk negara kesatuan yang menempatkan kedaulatan tertinggi di tangan pemerintah pusat, dengan pemerintah daerah memiliki hak otonomi mengatur urusan sesuai UUD 1945 Pasal 18, 18A, dan 18B serta Tap MPR No. XV/MPR/1998 dan Tap MPR No. IV/MPR/2000,” jelas Agun dikutip Sabtu (15/11/2025), dari VOI.
Politikus senior Partai Golkar ini menegaskan, otonomi daerah merupakan salah satu tuntutan reformasi. Harusnya, kata Anggota Komis XII DPR RI, kebijakan konsisten menganut paham otonomi yang seluas-luasnya.
“Dimana pusat hanya mengurus urusan tertentu politik luar negeri, pertahanan, keamanan, hukum, keadilan , agama, keuangan dan urusan selebihnya daerah mengatur dirinya sendiri,” jelas Agun.
Agun mengungkapkan, bahwa saat ini faktanya praktik kebijakan politik anggaran negara adalah negara kesatuan yang sentralistik bukan yang berotonomi daerah seluas-luasnya.
“Indikasinya yaitu APBN porsi belanja anggaran pusat yang jauh lebih besar daripada porsi belanja anggaran daerah, ini bertentangan dengan prinsip otonomi dan itu berdampak sistemik pada tujuan negara adil makmur sejahtera,” tutur Agun
Agun menambahkan, APBN yang dihasilkan dari daerah-daerah dengan berbagai macam pajak tidak dikembalikan sesuai konsep otonomi daerah. Konsep otonomi daerah itu, lanjut Agun, ialah mengembalikan APBN yang dihasilkan kepada rakyat Indonesia yang ada di daerah-daerah.
“Selain itu, aturan hukum peta jalan ASN yang menjamin pemerintahan efektif dengan reformasi birokrasi berkelas dunia malah tidak konsisten dilanjutkan alias mundur,” tutur Agun.
Tak hanya itu, Agun pun mengaku prihatin, lantaran Komisi Aparatur Sipil Negara atau KASN yang bertugas memastikan penerapan sistem merit dalam manajemen ASN dan pelayanan publik profesional dihapus. Agun khawatir, ASN jadi mudah dipolitisasi dengan dihapusnya KASN.
“Harapan saya, semoga para pimpinan tinggi negara dapat memperhatikan betapa penting dan urgent nya untuk konsisten pada amanah reformasi,” pungkas Agun. {}











