Banjir Bandang di Sumatera Jadi Pembelajaran, Firman Soebagyo Desak Gerakan Nasional Selamatkan Hutan

Berita GolkarAnggota Komisi IV DPR RI, Firman Soebagyo, menyampaikan duka mendalam atas bencana banjir bandang dan tanah longsor yang melanda Padang Sidempuan, Tanah Datar, Aceh, dan sejumlah wilayah di Sumatera Barat.

Tragedi yang menelan korban jiwa dan merusak ratusan rumah warga ini, menurutnya, tidak boleh dilihat sebagai kejadian alam semata, melainkan sebagai refleksi atas kerusakan lingkungan yang semakin parah dan terus diabaikan.

Firman menegaskan bahwa anomali cuaca memang faktor pemicu, namun kerusakan hutan dan pelemahan kawasan penyangga ekologis telah memperbesar skala kehancuran. Ia menyampaikan bahwa bencana seperti ini akan terus berulang jika manusia terus memperlakukan hutan secara destruktif.

“Kerusakan hutan ini jadi peringatan yang seharusnya menggugah kesadaran kita bersama. Jika hutan terus ditebang, penyangga ekologis hilang, dan air hujan tak lagi punya tempat untuk terserap, maka bencana bukan lagi peristiwa tahunan, melainkan akan menjadi rutinitas yang merenggut nyawa,” tegas Wakil Ketua Fraksi Partai Golkar MPR RI ini.

“Kita harus berhenti berpikir bahwa ini sekadar musibah alam. Ini adalah konsekuensi dari ulah manusia yang merusak keseimbangan ekosistem,” lanjut Firman.

Ia menjelaskan bahwa rusaknya hutan membawa dampak berantai yang sangat serius. Tanpa tutupan pohon, lapisan tanah kehilangan kekuatannya dan lebih mudah tergerus, sehingga meningkatkan risiko longsor. Siklus air terganggu karena hutan yang sehat seharusnya mengatur penyerapan air, pelepasan uap, hingga pembentukan awan.

Ketika fungsi itu hilang, air mengalir liar di permukaan dan menyebabkan banjir bandang. Kehilangan biodiversitas pun menjadi ancaman tambahan yang dapat mengubah struktur ekosistem dan mengganggu ketahanan pangan masyarakat di masa depan.

Politisi senior Partai Golkar ini menilai bahwa sekarang adalah momentum bagi pemerintah untuk memperkuat kebijakan tata kelola hutan, terutama di wilayah rawan bencana. Ia menyebut bahwa reboisasi tidak boleh lagi sekadar menjadi program simbolik tahunan, tetapi harus dijalankan secara strategis, terukur, dan berkelanjutan di kawasan hutan kritis.

“Reboisasi harus menjadi gerakan nasional. Tidak cukup hanya tanam pohon, tetapi juga memastikan pohon itu tumbuh, hidup, dan mengembalikan fungsi ekologis kawasan tersebut,” ujarnya.

Selain reboisasi, Firman yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua Umum KADIN Indonesia ini menyoroti pentingnya pengawasan hutan yang lebih kuat, terutama terhadap praktik penebangan liar yang hingga kini masih terjadi secara masif di sejumlah provinsi. Ia meminta penegak hukum untuk tidak ragu menindak pelaku perusakan hutan, termasuk aktor besar yang diduga berada di belakang aktivitas ilegal tersebut.

Tidak kalah penting, Firman menekankan perlunya pendidikan lingkungan yang lebih intensif. Menurutnya, masyarakat harus dibekali pengetahuan tentang pentingnya hutan, bukan hanya sebagai sumber ekonomi, tetapi sebagai penopang kehidupan manusia. Edukasi ini, tegasnya, harus berjalan di sekolah, perguruan tinggi, hingga komunitas-komunitas lokal di wilayah rawan bencana.

Dalam penutup pernyataannya, Firman menegaskan bahwa penyelamatan hutan adalah kunci keselamatan bangsa. “Kalau kita menjaga hutan hari ini, kita menjaga masa depan generasi yang akan datang. Kita menjaga tanah yang mereka pijak, air yang mereka minum, dan udara yang mereka hirup,” kata Firman.

“Bencana ini harus menjadi cermin. Kita tidak boleh lagi membiarkan hutan rusak tanpa pengawasan, karena setiap pohon yang hilang adalah ancaman bagi keselamatan manusia,” tutup legislator asal Pati, Jawa Tengah ini.

Leave a Reply