Berita Golkar – Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Mendukbangga)/BKKBN, Wihaji mengungkapkan bahwa kasus stunting yang meningkat tidak hanya disebabkan oleh kurangnya asupan gizi dan air bersih. Melainkan juga karena tingginya angka pernikahan dini di Indonesia. Menurutnya, hampir 99,9 persen anak stunting diketahui sudah menikah di usia remaja.
“Juga pengaruh namanya pernikahan dini. Asupan gizi oke, air bersih oke, sanitasi oke. Tetapi ternyata umur 15, 16 tahun sudah nikah. Hampir 99,9 persen stunting,” ujarnya dalam acara GENTING Collaboration Summit Tahun 2025 dengan tema “Sinergi Untuk Negeri, Wujudkan Indonesia Bebas Stunting” pada Rabu (10/12/2025).
Stunting merupakan kondisi yang penting untuk dicegah. Wihaji menggarisbawahi prevalensi stunting di Indonesia kini mencapai 19,8 persen. Hal ini tidak hanya memengaruhi berat dan tinggi badan anak, tetapi juga tingkat IQ yang di bawah 78.
Menurutnya, untuk mengatasi masalah ini perlu adanya kolaborasi setiap pihak. Harus ada yang mengambil peran dalam hal edukasi, ada yang berperan dalam pemenuhan gizi, dan ada yang mendistribusikan air bersih dan mengelola sanitasi.
“Membantu mereka baik asupan gizi, air bersih, sanitasi maupun perguruan tinggi yang memberikan edukasi. Beberapa edukasi keluarga risiko stunting yang kita kasih pengetahuan,” jelasnya, dikutip dari Liputan6.
Wihaji menyoroti sebagian besar keluarga lebih yakin ketika edukasi datang dari tokoh-tokoh masyarakat. Oleh karena itu, Kemendukbangga melibatkan para ulama, pendeta, pastor, dan tokoh-tokoh agama lain dalam upaya edukasi stunting.
“Rata-rata yang paling penting sebenarnya edukasi. Kenapa? Ada beberapa pemahaman yang kurang utuh. Maka di NTT saya kemarin mengajak para tokoh agama, pendeta, pastor, kiai. Saya kumpulin semua bersama Pak Gubernur. Untuk kita kerja bareng-bareng, kita kasih edukasi,” jelasnya.
Wihaji menekankan pentingnya edukasi terkait keluarga risiko stunting (KRS). Hal ini karena persoalan stunting tidak cukup hanya diatasi dengan kebutuhan material. Menurut survei, sebagian besar keluarga yang tingkat ekonominya di atas rata-rata masih mengalami stunting karena pengetahuan yang kurang.
Wihaji menyebutkan, segala upaya penurunan stunting tidak akan optimal jika tidak adanya kontrol. Dengan begitu, Kemendukbangga membentuk tim pengendali sebagai evaluasi pada setiap program.
“Saya meyakini, semua program kalau tidak dikontrol pasti gagal. Maka evaluasinya adalah, kontrol itu penting. Salah satu yang mengontrol adalah tim pengendali. Ada kita namanya tim pengendali GENTING,” ujarnya.
Menteri Wihaji menyampaikan bahwa ia selalu memastikan setiap program berjalan dan bertahan dalam jangka waktu yang panjang. Dengan pengawasan berkala selama enam bulan hingga satu tahun, angka KRS mampu diturunkan sesuai target Kemendukbangga yaitu setidaknya satu juta kasus di tahun ini. {}













