Berita Golkar – Anggota Komisi IV DPR RI, Firman Soebagyo, menyambut positif gagasan Presiden Prabowo Subianto untuk mengembangkan energi baru terbarukan (EBT) berbasis kelapa sawit di Papua. Menurutnya, langkah tersebut dapat menjadi terobosan strategis untuk memperkuat ketahanan energi nasional sekaligus mendorong pemerataan pembangunan di kawasan timur Indonesia.
Namun demikian, Firman menegaskan bahwa pengembangan sawit sebagai bahan baku EBT tidak boleh mengorbankan kelestarian lingkungan dan hutan lindung. Ia mengingatkan agar kebijakan ini dijalankan secara hati-hati, terukur, dan berbasis kajian ilmiah yang kuat.
“Gagasan EBT berbasis sawit ini patut diapresiasi, tetapi prinsip dasarnya harus jelas, hutan lindung tidak boleh disentuh. Tidak boleh ada alasan apa pun yang menjadikan hutan lindung sebagai korban atas nama pembangunan,” tegas Firman.
Firman menekankan bahwa setiap rencana pengembangan sawit di Papua wajib melalui proses Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) dan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) secara ketat dan transparan. Menurutnya, kajian tersebut tidak boleh sekadar formalitas administratif, melainkan menjadi dasar pengambilan keputusan kebijakan.
“KLHS dan Amdal harus dilakukan secara serius, berbasis data, dan melibatkan para ahli yang kompeten. Tanpa perencanaan yang matang dan kajian yang komprehensif, pembangunan justru berpotensi menimbulkan masalah ekologis dan sosial di kemudian hari,” ujar Wakil Ketua Umum KADIN Indonesia ini.
Selain aspek lingkungan, Firman juga menekankan pentingnya memastikan bahwa pengembangan sawit di Papua benar-benar membawa manfaat nyata bagi masyarakat setempat. Ia mengingatkan agar proyek EBT tidak hanya menguntungkan korporasi, tetapi harus berdampak langsung pada peningkatan kesejahteraan rakyat Papua.
“Pembangunan di Papua harus menempatkan masyarakat Papua sebagai subjek, bukan objek. Mereka harus terlibat, mendapatkan manfaat ekonomi, membuka lapangan kerja, dan meningkatkan kesejahteraan secara berkelanjutan,” kata Firman yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua Fraksi Partai Golkar MPR RI ini.
Dalam konteks pengelolaan EBT secara nasional, Firman mengusulkan pembentukan badan khusus yang menangani energi baru terbarukan secara terintegrasi. Menurutnya, selama ini pengelolaan EBT masih tersebar dan belum fokus, padahal potensi EBT Indonesia sangat besar dan beragam.
“EBT tidak hanya soal sawit. Kita punya singkong, biomassa, panas bumi, bahkan nuklir. Karena itu, perlu dibentuk Badan Pengelola EBT yang fokus, profesional, dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden,” tegas legislator asal Pati, Jawa Tengah ini.
Firman menilai keberadaan badan khusus tersebut akan memperkuat koordinasi lintas kementerian, mempercepat pengambilan keputusan strategis, serta memastikan arah kebijakan EBT berjalan konsisten dan berkelanjutan.
“Jika EBT dikelola oleh badan khusus yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden, maka arah kebijakan akan lebih jelas, fokus, dan tidak saling tumpang tindih. Ini penting agar transisi energi kita benar-benar terencana dan tidak sporadis,” ujarnya.
Firman kembali menegaskan bahwa pengembangan EBT berbasis sawit di Papua harus tetap berpegang pada prinsip perlindungan hutan lindung dan kelestarian lingkungan hidup.
“Sekali lagi saya tegaskan, hutan lindung adalah garis merah. Tidak boleh dimanfaatkan untuk kepentingan lain di luar fungsi perlindungannya. Pembangunan energi harus berjalan seiring dengan perlindungan lingkungan dan keberlanjutan,” pungkas Firman.













