Berita Golkar – Wakil Gubernur Jawa Barat (Jabar) Erwan Setiawanmenyampaikan kekecewaannya terkait kepala dinas di lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Hal ini terjadi karena menurutnya terdapat sejumlah kepala organisasi perangkat daerah (OPD) yang belum berkomunikasi dengannya.
Bahkan, meski hampir setahun menjabat, Erwan mengaku masih terdapat sejumlah kepala dinas yang tidak dikenalnya. “Saya belum kenal beberapa kepala dinas di Jabar. Tidak memperkenalkan diri ke saya,” kata Erwan saat memberikan sambutan dalam peringatan Hari Antikorupsi tingkat Provinsi Jawa Barat, di Bandung, Rabu (17/12/2025).
Awalnya, dalam kesempatan itu Erwan menjelaskan pentingnya koordinasi di internal Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Menurutnya, hal ini penting untuk mencegah terjadinya praktik korupsi.
“Praktik korupsi di lingkungan pemerintahan bukan terjadi tiba-tiba. Tapi berawal dari kelemahan sistem tata kelola dan pengendalian internal,” katanya, dikutip dari MediaIndonesia.
Maka dari itu, Erwan menyayangkan masih adanya kepala dinas yang tidak berkoordinasi dengannya. Padahal, kata Erwan, dirinya yang merupakan koordinator pengawasan tidak akan menyalahgunakan wewenang tersebut.
“Cobalah koordinasi. Saya enggak akan minta uang, engga minta pekerjaan. Kepala dinas laporan saja, supaya kalau ada temuan, kita duduk bersama,” katanya.
Tak sampai di situ, Erwan pun menyinggung pentingnya aparatur sipil negara (ASN) untuk bekerja sesuai aturan dan berintegritas. “Jadi ASN jangan jadi penjilat, jangan menghalalkan segala cara untuk mempertahanakan jabatan,” tegasnya.
Erwan kembali menegaskan, tidak semua instruksi pimpinan harus selalu diikuti terutama yang melanggar aturan. “Saya tegaskan, kami pimpinan juga manusia biasa. Ada salah. Enggak ada istilah pimpinan selalu benar,” katanya.
Erwan berharap setiap ASN terlebih kepala dinas harus berani mengkoreksi setiap kebijakan pimpinan. “Kalau memang salah, koreksi, katakan salah dan berikan solusi. Begini seharusnya supaya kita aman. Jangan karena ‘asal bapak senang’, ‘mangga pak dilaksanakan ayeuna keneh‘ (siap dilaksanakan sekarang juga),” sesalnya.
Terlebih jika kebiasaan itu dilakukan meski sudah tahu kebijakan yang diambil salah. “Geus sidik salah (sudah tahu salah), sudah tahu perintah itu salah, tetapi tetap dilaksanakan karena takut kehilangan jabatan. (ASN) banyak yang seperti itu,” sesalnya.
Padahal, tambah dia, pimpinan yang mengeluarkan kebijakan tersebut belum tentu bertanggungjawab jika di kemudian hari terjadi perkara hukum.
“Tolak kalau ada perintah membahayakan. Karena kalau sudah ada masalah, semuanya ‘SDM’, selamatkan diri masing-masing. Moal aya (tidak akan ada) ‘saya nu tanggung jawab‘. Moal, geus aya nanaon mah anggeur we (kalau sudah terjadi apa-apa, tetap saja diri sendiri yang harus bertanggungjawab),” tegasnya. {}













