Berita Golkar – Dalam UU nomor 6 tahun 2014 tentang Desa, disebutkan desa merupakan satuan pemerintahan terkecil yang mempunyai kekuasaan otonom. Dengan demikian, desa berhak mengatur dan mengurus sendiri urusan perencanaan dan pelaksanaan kegiatan untuk pengembangan lokal.
Melalui UU Desa ini, desa juga memiliki pendanaan yang besar sebagai modal memenuhi kebutuhan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat, khususnya melalui Dana Desa, meskipun ada 6 sumber pendapatan desa lainnya yang juga diatur di UU Desa.
Namun demikian, kader muda Partai Golkar yang juga pegiat desa, Iwan Sulaiman Soelasno memandang masih banyak persoalan yang belum terselesaikan di 74.961 desa di seluruh Indonesia.
“Saya menyoroti soal kemiskinan di desa. Walaupun mengalami penurunan, data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2022 menunjukan kemiskinan di desa masih tinggi, yaitu 12,29 persen. Bukan hanya itu saja, angka stunting juga masih tinggi, yaitu 21,6 persen berdasarkan data SSGI tahun 2022. Sedangkan target yang harus dicapai pada tahun 2024 ini sebesar 14 persen”, ungkap Iwan Soelasno kepada redaksi Golkarpedia melalui keterangan tertulis pada Jumat (27/10/2023).
Menurutnya, masih tingginya angka kemiskinan dan stunting di desa ini harus mendorong semua pemangku kepentingan untuk melakukan evaluasi total berbagai kebijakan Kementerian dan Lembaga yang mengurus desa, terutama Kemendes PDTT.
Iwan menilai, jika melansir data dari hasil pengawasan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) terhadap 21.545 desa, belanja BLT Desa untuk program pengentasan kemiskinan ternyata belum optimal.
“Besaran BLT Desa pada tahun 2023 itu mencapai Rp 38,9 triliun dengan realisasi sampai dengan Juli 2023 senilai Rp 1,50 triliun atau 38,61 persen. BPKP mencatat alokasi anggaran yang cukup besar tersebut berpotensi tidak optimal karena resiko ketidaktepatan sasaran penerima”, tegasnya.
Iwan mendesak pemerintah memperhatikan hasil evaluasi pada 660 desa yang dilakukan oleh BPKP, yaitu sebanyak 531 desa atau 80,45 persen belum memanfaatkan data P3KE dalam penetapan KPM BLT Desa.
Terkait percepatan penurunan stunting, masih melansir pengawasan BPKP, Iwan menyebutkan anggaran percepatan stunting Rp 471,58 miliar ternyata tidak berdampak langsung pada masyarakat.
“BPKP mencatat ada 10.930 desa menganggarkan kegiatan penanganan stunting dengan total anggaran Rp 916,94 miliar. Dari nilai anggaran tersebut, jumlah anggaran yang berdampak langsung ke penderita stunting sebesar Rp 445,36 miliar atau 48,57 persen. Sisanya sebesar Rp 471,58 miliar tidak berdampak langsung ke penderita stunting”, ungkap Iwan.
Caleg Partai Golkar Dapil Jatim IV yang mencakup Kabupaten Jember dan Lumajang ini mendesak agar mandat atau arahan Presiden Joko Widodo terkait kebutuhan desa di tahun 2024 harus benar – benar dijalankan oleh Kementerian dan Lembaga yang mengurus desa agar target turunnya angka kemiskinan dan stunting secara signifikan dapat tercapai.
“Kini saatnya Kemendes PDTT serius menjalankan mandat dan arahan Presiden Joko Widodo”, tegas presenter Kajian Desa bareng Iwan atau Kades Iwan di TV Desa.
Sebagaimana diketahui, Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2022 tentang Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem pada huruf b menyebutkan: “Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi untuk: menetapkan prioritas penggunaan dana desa untuk Bantuan Langsung Tunai Desa dan program padat karya”.
Sedangkan terkait percepatan penurunan stunting, Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting Pasal 11 ayat (2) menyebutkan:
“a.Pemerintah Desa memprioritaskan penggunaan Dana Desa dalam mendukung penyelenggaraan Percepatan Penurunan Stunting”; b. Kegiatan: melakukan penguatan sistem Pemantauan dan Evaluasi terpadu Percepatan Penurunan Stunting. Keluaran (output): Persentase Pemerintah Desa yang memiliki kinerja baik dalam konvergensi Percepatan Penurunan Stunting sesuai target 90 persen pada tahun 2024. {redaksi}