Berita Golkar – Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah menyebutkan pentingnya melibatkan kaum perempuan dalam menjaga hutan serta untuk mencapai ketahanan pangan lokal.
“Bengkulu membuktikan, saat ini kontribusi kelompok perempuan pengelola hutan sangat berdampak dalam merawat hutan untuk ketahanan pangan lokal,” kata Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah lewat pesan elektronik diterima di Bengkulu, Selasa.
Dia mengatakan itu ketika menjadi narasumber dalam Gelar Wicara Konferensi dan Kongres Perempuan Penjaga Hutan yang digelar di Surabaya, Jawa Timur, Selasa (7/11).
“Ini dilakukan (pelibatan perempuan dan generasi muda) supaya nanti hutan (Bengkulu) dapat berkesinambungan dengan masyarakat apabila dilakukan dengan perawatan yang baik,” kata dia.
Rohidin menyatakan saat ini di Provinsi Bengkulu sudah ada 550 kelompok perempuan pengelola hutan yang berada di tiga kabupaten yaitu Kepahiang, Rejang Lebong dan Bengkulu Tengah.
Menurut dia, 550 kelompok perempuan pengelola hutan tersebut berdedikasi melaksanakan kegiatan pembibitan serta pelestarian hutan untuk generasi mendatang.
Selain itu, kelompok pengelola hutan juga terlibat dalam membangun Desa Kopi Tangguh Iklim di Kabupaten Kepahiang tepatnya Desa Batu Ampar pada Januari 2020.
Untuk diketahui bahwa Provinsi Bengkulu memiliki garis pantai tak kurang dari 525 kilometer. Dari total wilayahnya, 44 persen merupakan hutan lindung. Di bagian barat, Bengkulu dihadapkan langsung dengan Samudera Hindia dan sebelah timurnya dikelilingi Bukit Barisan.
Karenanya, Rohidin Mersyah menyatakan,l bahwa hutan Provinsi Bengkulu harus dijaga dan dikelola dengan baik sehingga memperkuat kesetaraan dalam menjaga dan merawat hutan untuk ketahanan pangan lokal. “Kontribusi perempuan dan generasi muda dalam mengelola dan mengawasi hutan itu sangat dibutuhkan,” kata dia.
Sebelumnya, Rohidin menyebutkan perempuan dan anak-anak muda menjadi dua kelompok yang mampu menjaga kerusakan dan deforestasi hutan di provinsi itu. “Mengapa perempuan, karena perempuan paling bisa beradaptasi dengan memanfaatkan produk hutan itu dengan lebih progresif, lebih aktif namun tidak dengan menebang, begitu juga anak muda,” kata dia.
Berbeda dengan kaum laki-laki, menurut Rohidin sudut pandang laki-laki dalam menghasilkan nilai ekonomi dari hutan malah dengan menebang pohon atau deforestasi yang akhirnya merusak wilayah hutan.
“Coba kalau laki-laki, bapak-bapak mikirnya itu ngambil kayu ditebang dan dijual, padahal itu yang tidak boleh, kalau perempuan dan anak muda itu lebih kreatif ya memanfaatkan hasil hutannya dengan tidak menebang kayu,” ujar Rohidin. {sumber}