Berita Golkar – Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ace Hasan Syadzily mengatakan regulasi Undang-Undang Nomor 8 tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah (PIHU) harus bersifat dinamis menyesuaikan dengan situasi terkini. Hal itu agar dapat lebih meningkatkan kualitas pelayanan haji kepada para jemaah yang menjalankan ibadah haji dan umrah.
Mengingat pelayanan terhadap dua ibadah tersebut terus mengalami perubahan kebijakan yang cepat, baik yang berasal dari Pemerintah Arab Saudi maupun Indonesia. Khususnya terkait dengan peningkatan jumlah calon jemaah haji di tiap tahunnya.
Demikian dikatakan Ace saat menghadiri Diskusi Kelompok Terpumpun (FGD) yang diselenggarakan oleh PUU bidang Ekonomi, Keuangan, Industri, Pembangunan, dan Kesejahteraan Rakyat (Ekkuinbang Kesra) Badan keahlian Setjen DPR RI.
FGD tersebut dengan tema “Urgensi Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 Tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji Dan Umrah” bersama Kapus PUU Bidang Ekkuinbang Kesra BK DPR RI, Pengurus Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia, Setjen Forum SATHU dan Para Akademisi Kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Rabu (22/11/2023).
“Besarnya jumlah jemaah haji dan umrah dari indonesia tentunya akan menimbulkan permasalahan yang kompleks dalam penanganannya dibandingkan dengan negara muslim lainnya. sebagaimana diketahui bahwa ibadah haji memang tidak hanya mencakup aspek ibadah, tetapi juga melibatkan aspek lain yang tidak dapat diabaikan,” ungkap Ace.
Ace Menjelaskan terdapat enam permasalahan dalam praktik pelaksanaan UU Nomor 8 tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji Dan Umrah. Pertama, terkait lamanya masa tunggu pada tahun 2023 dengan akumulasi jumlah 5,22 juta jemaah. Kedua, besaran BPIH setiap tahunnya terus meningkat. Ketiga, belum adanya regulasi yang jelas mengenai pembagian dan penggunaan kouta jemaah haji.
“Keempat, belum ada norma pengaturan porsi pendamping lansia dan penggabungan mahram, sebab bila tidak ada kepastian akibat calon jemaah ada kemungkinan harus memundurkan keberangkatan atau justru pembatalan keberangkatan jemaah,” jelas Politisi Fraksi Partai Golkar ini.
Seperti diketahui pemerintah Arab Saudi sendiri memiliki visi 2030 untuk mendatangkan sebanyak-banyaknya jumlah jemaah haji ke Arab Saudi. Oleh sebab itu perlu adanya regulasi yang jelas mengenai hal tersebut.
Selanjutnya, mengenai belum adanya regulasi yang jelas mengenai mekanisme dalam mengatur pemanfaatan kouta tambahan yang biasanya diberikan menjelang akhir keberangkatan jemaah. Terakhir, mengenai penguatan perlindungan hukum bagi jemaah umrah dan jemaah haji.
Diakhir, Ace berharap dengan adanya perubahan dalam UU Nomor 8 tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji Dan Umrah dapat memberikan pelayanan yang optimal kepada calon jemaah haji dan umrah. “Tentu kami dengan terjadi ke sedikit kenaikan dari biaya Haji diharapkan tetap kualitas pelayanannya juga tetap terjaga dan bahkan mungkin bisa ditingkatkan,” tutupnya. {sumber}