Berita Golkar – Anggota Komisi I DPR Abraham Sridjaja mengungkap adanya mafia pembuatan Paspor untuk Warga Negara Indonesia (WNI) di Malaysia. Pasalnya ada sekitar 80.000 WNI yang antre mendaftar untuk menjadi WNI dan dikenakan biaya sekitar 6000 hingga 10.000 ringgit.
“Jadi agensinya itu Perusahaan Malaysia, satu orang harus bayar sekitar 6000-10.000 ringgit, padahal mereka ini adalah perkerja buruh di ladang-ladang. Lha dapat dari mana uang sebesar 6000-10000 ringgit?” kata Anggota Komisi I DPR, Abraham Sridjaja dalam rapat kerja dengan Menlu Sugiono yang didampingi Wamen Anis Matta, Wamen Arrmanatha Christiawan Nasir dan Arif Havas Oegroseno di Jakarta, Senin (2/12/2024), dikutip dari Suara Investor.
Padahal, kata Politisi muda Partai Golkar itu, untuk penerbitan sebuah paspor biasa biayanya hanya sekitar 150 ringgit. Namun memang butuh syarat tambahan, seperti pemeriksaan kesehatan dan lain-lainnya. Sehingga total biayanya menjadi mahal dan itu dikooptasi oleh satu agensi saja.
“Tentu ini menjadi problem, apalagi mereka tak punya uang, sehingga terpaksa perusahaan itulah yang membayarkan dan mereka terpaksa kerja rodi di Malaysia, jadi paspornya ditahan oleh perusahaan. Jadi saya mohon Pak Menlu agar dibantulah mereka,” ujarnya.
Lebih jauh Abraham Sridjaja mengungkapkan bahw para WNI di Malaysia itu pasrah dan putus asa dengan Pemerintah Indonesia, bahkan sampai menggebrak meja.
“Mereka mengaku salah, dilahirkan tanpa dokmen dan lain-lain. Tapi mereka adalah WNI dan mengaku sayang dengan Indonesia. Jadi mereka minta status kewarganegaraan Indonesia. Ya, paling tidak, bisa dibantu untuk penerbitan Surat Perjalanan Laksana Paspor (SPLP)/Paspor dan lainnya (pemutihan), jadi perlu perhatian khusus,” paparnya lagi.
Legislator dari Dapil Jakarta II termasuk luar negeri membeberkan bahwa Daftar Pemilih Tetap (DPT) di Malasyia itu jumlahnya sekitar 1,7 juta, sedangkan data dari BP2MI itu sebesar 4,7 juta. Sementara data World Bank itu sekitar 9 juta.
“Jadi data mana yang benar, tak ada yang tahu. Makanya saya menyarankan perlu dilakukan audit ulang data kependudukan WNI di Malaysia,” jelasnya.
Menurut Abraham, pihaknya memprediksi bahwa kedutaan Indonesia di Malaysia tidak memiliki data yang valid terkait keberadaan WNI yang ada di sana. Pasalnya, dari tahun ke tahun tidak ada perbaikan data, misalnya laporan WNI yang sudah meninggal, lalu ada WNI pulang ke Indonesia. Sehingga terkesan dari periode ke periode dibuat seperi itu dengan sengaja.
“Karena ada kepentingan politik seperti Pemilu. Lihat saja, data 2019 ada permasalahan, lalu pada 2024 juga ada masalah lagi,” pungkasnya. {}