Berita Golkar – Tim Pengawas atau Timwas Haji DPR mengkritik pengalihan 10 ribu kuota tambahan untuk haji khusus. Timwas menyatakan keputusan Kementerian Agama (Kemenag) tersebut menyalahi aturan.
Anggota Timwas Haji DPR sekaligus Wakil Ketua Komisi VIII DPR-RI Fraksi Partai Golkar, Ace Hasan Syadzily (Kang Ace), mengatakan alokasi 20 ribu kuota tambahan tersebut sebelumnya sudah diputuskan dalam Rapat Kerja Komisi VIII DPR RI tertanggal 27 November 2023.
“Dibagi sesuai dengan UU No 8 tentang Penyelenggaraan Haji & Umroh dengan rincian kuota untuk jemaah haji reguler sebanyak 221.720 dan jemaah haji khusus sebanyak 19.280 orang. Haji khusus dialokasikan 8% sesuai UU pasal 8,” jelas Ace kepada wartawan di Makkah, Arab Saudi, Jumat (20/6/2024).
Pembagian kuota tambahan itu diputuskan dalam Rapat Panja Haji Komisi VIII yang dibahas secara mendalam dan seksama selama tiga minggu, siang dan malam, melalui rapat resmi di DPR maupun FGD dengan berbagai pihak.
Hasil Raker antara Komisi VIII DPR RI dan Menteri Agama itu kemudian menjadi dasar penetapan dikeluarkannya Keputusan Presiden RI No 6 tahun 2024 tentang Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) tahun 2024. Indonesia memperoleh 20 ribu kuota tambahan itu setelah Presiden Joko Widodo (Jokowi) melakukan kunjungan ke Arab Saudi pada Oktober 2023.
Kang Ace meyakini bahwa tambahan kuota sebanyak 20 ribu ini diperuntukkan guna mengurangi daftar tunggu haji reguler yang sudah berpuluh-puluh tahun dan jumlahnya mencapai 5,2 juta jamaah.
“Upaya Presiden Jokowi meminta tambahan kuota kepada Pemerintah Kerajaan Arab Saudi ini saya yakin karena beliau menginginkan agar jemaah tunggu reguler yang mengantre puluhan tahun ini bisa teratasi,” ujarnya.
“Presiden Jokowi memikirkan rakyat yang antre ingin berhaji, bukan untuk memfasilitasi orang berduit yang akan berhaji,” tambah Kang Ace.
Selama pembahasan hingga hasil rapat Panja itu dikeluarkan, tidak ada pembahasan apa pun dari Kemenag ke Komisi VIII DPR soal pengalokasian kuota tambahan untuk haji khusus.
“Namun, pada bulan Februari 2024, Kementerian Agama mengubah kebijakan soal kuota tambahan 20 ribu itu secara sepihak yang dibagi menjadi 10 ribu untuk haji khusus dan 10 ribu untuk haji reguler tanpa melalui proses pembahasan di DPR RI,” paparnya.
Menurut Kang Aceng, sejatinya ketika ada perubahan kebijakan kuota Haji, Kementerian Agama merevisi kembali Kepres No 6/2024 melalui proses pembahasan Raker dengan Komisi VIII DPR RI. “Mengapa harus dibahas kembali bersama Komisi VIII DPR RI? Karena komposisi biaya gaji itu menggunakan asumsi jamaah reguler yang ditetapkan sebagaimana jumlah yang disepakati bersama,” ujarnya.
Asumsi jumlah jemaah haji ini akan berdampak kepada penggunaan anggaran biaya haji yang berasal dari setoran jemaah dan nilai manfaat keuangan Haji yang dikelola BPKH.
“Jadi Kementerian Agama tidak bisa mengambil kebijakan sepihak karena pasti akan berdampak kepada penggunaan anggaran, jumlah petugas dan pengaturan lainnya yang telah disepakati bersama dalam Raker Komisi VIII DPR RI dan hasil Panja Biaya Haji,” bebernya.
Dengan begitu, Timwas DPR menilai pengalokasian kuota tambahan untuk haji khusus ini telah menyalahi aturan. “Dengan demikian, berdasarkan paparan di atas, kebijakan pengalihan kuota itu memang menyalahi dengan dua hal, yang pertama hasil Raker Komisi VIII DPR RI dengan Menteri Agama RI tanggal 27 November 2023 yang ditandatangani Ketua Komisi VIII DPR RI dan Menteri Agama RI,” urainya.
Selain itu, Kemenag juga dinilai menyalahi Keputusan Presiden No 6/2024 tentang Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) tahun 2024 yang menggunakan asumsi jumlah jemaah Haji sebagaimana UU No 8 tahun 2019. {sumber}