Berita Golkar – Tokoh muda nasional, Achmad Annama, menyambut positif langkah strategis Presiden RI Prabowo Subianto dan Menteri ESDM Bahlil Lahadalia dalam memperkuat kerjasama bilateral Indonesia–Brazil di sektor energi bersih, khususnya bioetanol.
Menurut Annama, diplomasi yang dijalankan dalam kunjungan ke Brazil dan forum BRICS merupakan sebuah lompatan besar dalam menghadirkan kedaulatan energi berbasis keberlanjutan.
“Saya memandang kehadiran Presiden Prabowo di forum BRICS dan pertemuan bilateral dengan Brazil bukan sekadar simbolis, tapi wujud kepemimpinan Indonesia dalam menjawab tantangan global. Kita hidup dalam zaman yang penuh ketidakpastian, dan tampilnya kepala negara dalam forum-forum strategis seperti BRICS menjadi sangat penting untuk menjaga posisi tawar dan membangun kemitraan berjangka panjang,” ujar Ketua DPP KNPI ini.
Annama menyoroti salah satu hal paling strategis yang dihasilkan dari kunjungan tersebut adalah penguatan kerjasama bioetanol antara kedua negara. Brazil dikenal sebagai produsen bioetanol terbesar kedua di dunia, sementara Indonesia memiliki potensi lahan dan sumber daya alam yang sangat besar untuk mengembangkan energi berbasis bahan bakar nabati tersebut.
“Brazil punya pengalaman panjang dalam industrialisasi bioetanol, dan mereka sudah membangun sistem yang efisien. Saya berharap, Indonesia jangan hanya jadi penonton. Kerja sama ini membuka peluang besar untuk mempercepat transisi energi kita,” ujarnya.
Aktivis SOKSI ini juga menyoroti kesiapan regulasi nasional yang memperkuat langkah diplomasi tersebut, salah satunya dengan diterbitkannya Peraturan Menteri ESDM Nomor 4 Tahun 2025 tentang Pengusahaan dan Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati (Biofuel). Aturan ini mengatur mulai dari produksi, distribusi, hingga pemanfaatan bahan bakar nabati secara komprehensif.
“Peraturan ini fondasi penting. Dengan Permen ESDM Nomor 4 Tahun 2025, pemerintah sudah memberi sinyal kuat bahwa biofuel termasuk bioetanol akan menjadi bagian strategis dari bauran energi nasional. Artinya, kerjasama Indonesia-Brazil bukan hanya wacana, tapi punya pijakan hukum yang jelas untuk dapat langsung diimplementasikan,” kata Annama.
Ketua DPP Bapera ini juga memuji peran Menteri ESDM Bahlil Lahadalia sebagai figur sentral dalam diplomasi energi ini. Menurutnya, Bahlil Lahadalia memiliki rekam jejak yang berpihak pada percepatan transformasi sektor energi dan keberpihakan terhadap pembangunan berkelanjutan.
“Saya optimis, di tangan Pak Bahlil Lahadalia yang visioner dan progresif, Indonesia bisa punya roadmap pengembangan bioetanol yang konkret. Beliau bukan hanya seorang menteri, tapi pelaksana kebijakan yang mampu menjembatani visi global dengan kepentingan nasional,” tegas Annama.
Lebih lanjut, Ketua Departemen MPO DPP Partai Golkar ini mengingatkan bahwa transformasi energi tidak boleh berhenti di tataran kebijakan atau kerja sama internasional saja. Diperlukan perubahan paradigma dalam pembangunan: memadukan inovasi teknologi dengan pelestarian lingkungan hidup.
“Siapapun yang mengandalkan teknologi sekaligus menciptakan semangat kelestarian alam, dia akan menjadi pemenangnya. Pembangunan tak melulu soal menggantikan, tetapi menyempurnakan. Jika Indonesia dan Brazil sebagai negara tropis memiliki kelebihan dalam kelestarian alam, maka ini harus dimanfaatkan sebagai keunggulan komparatif kita di pergaulan global. Bioetanol adalah contoh bagaimana kita bisa maju tanpa merusak,” ujar pakar Komunikasi STID Sirna Rasa.
Menutup pernyataannya, Annama berharap momentum ini dijaga dan diperluas. Ia mendorong seluruh elemen bangsa, pemerintah, pelaku usaha, peneliti, hingga generasi muda untuk menjadikan transisi energi sebagai agenda kolektif demi masa depan Indonesia yang mandiri dan berdaulat secara energi.