Berita Golkar – Wakil Ketua Umum Golkar Ahmad Doli Kurnia merespons Mahkamah Agung yang mengabulkan peninjauan kembali (PK) eks Ketua DPR Setya Novanto dalam kasus korupsi E-KTP. Menurutnya, pengurangan masa hukuman itu sudah sesuai dengan aturan yang berlaku.
“Negara kita ini negara hukum,” ujar Doli kepada wartawan di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (2/7/2025), dikutip dari Kumparan.
Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR itu mengungkapkan, Setnov telah menjalani sebagian proses hukuman yang baik. Sebagai kader Golkar, Doli berharap hukuman Setnov bisa dikurangi.
“Tentu kita sebagai kader, sekarang pimpinan Partai Golkar, Pak Setya Novanto kan pernah juga menjadi ketua umum kami, gitu ya. Tentu kami berharap Pak Novanto itu bisa diringankan hukumannya,” ucap dia.
“Tentu tanpa mencederai atau melanggar peraturan perundangan yang ada,” sambungnya.
Anggota Komisi II DPR ini menuturkan, pemerintah juga tidak akan sembarangan dalam memberikan remisi. Ia pun menyebut Setnov sudah menjalani masa hukuman sesuai dengan aturan dan prosedur.
“Pemerintah memberikan remisi atau apapun lah namanya itu ya, pasti sudah melalui pertimbangan yang sangat matang, termasuk melihat proses yang didalami oleh Pak Novanto selama ini,” ucap Doli.
“Saya kira kan sebagai warga negara, Pak Novanto sudah menjalankan hukuman itu dengan baik, saya kira juga di dalam mungkin berlakunya juga baik, semua proses itu dilalui, ada kepatuhan, ketaatan selama menjalani proses hukuman itu,” tutur dia.
Sebelumnya MA mengabulkan permohonan PK Setya Novanto terkait kasus dugaan korupsi e-KTP. Dalam vonis PK itu, hukuman Novanto dipotong menjadi 12,5 tahun penjara.
Eks Ketua Umum Partai Golkar itu sebelumnya dihukum 15 tahun penjara. Dia mendapat potongan 2,5 tahun penjara dengan dikabulkannya PK tersebut.
Setnov mulai ditahan KPK mulai 17 November 2017. Sementara Putusan PK diketok pada 4 Juni 2025. Majelis PK diketuai Hakim Agung Surya Jaya dengan anggota Hakim Agung Sinintha Yuliansih Sibarani dan Sigid Triyono.
“Kabul. Terbukti Pasal 3 juncto Pasal 18 UU PTPK juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. Pidana penjara selama 12 tahun dan 6 bulan,” demikian petikan putusan perkara nomor 32 PK/Pid.Sus/2020, dilihat di situs resmi MA, Rabu (2/7).
Dalam putusan itu, Novanto juga dihukum pidana denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan serta uang pengganti (UP) sebesar USD 7,3 juta. Uang pengganti itu dikurangi Rp 5 miliar yang telah dititipkannya ke penyidik KPK. “Sisa UP Rp 49.052.289.803 subsider 2 tahun penjara,” bunyi putusan itu.
Tak hanya itu, Setnov juga dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan hak menduduki jabatan publik selama 2,5 tahun setelah masa pidana selesai.
Kasus Korupsi E-KTP Setnov
Dalam kasus itu, Novanto sebelumnya divonis 15 tahun penjara di pengadilan tingkat pertama. Ia juga dihukum membayar denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta.
Ia dinilai menerima keuntungan sebesar USD 7,3 juta serta jam tangan Richard Mille RM011 seharga USD 135 ribu dari proyek yang merugikan negara Rp 2,6 triliun itu.
Setnov juga dihukum harus membayar uang pengganti sebesar yang diterimanya yakni USD 7,3 juta. Apabila uang pengganti itu tak dibayar, maka harta benda Setnov akan disita dan dilelang. Namun bila tidak mencukupi, maka akan diganti pidana penjara selama 2 tahun.
Pihaknya tak mengajukan banding atas putusan Pengadilan Tipikor Jakarta yang diketok pada Selasa (24/4/2018) silam. Akan tetapi, setelah menjalani setahun hukuman, Novanto mengajukan PK. Kini, hukumannya pun ‘disunat’ menjadi 12,5 tahun penjara. {}