Ahmad Doli Kurnia Soroti Tata Niaga Singkong, Dorong RUU Komoditas Strategis Lindungi Petani dan Industri Lokal

Berita GolkarWakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Ahmad Doli Kurnia menegaskan pentingnya perbaikan tata kelola perdagangan dalam negeri untuk komoditas singkong. Hal ini disampaikan dalam kunjungan kerja Baleg DPR RI ke Provinsi Lampung, sebagai salah satu daerah penghasil singkong terbesar di Indonesia.

Dalam keterangannya, Doli mengungkapkan bahwa Lampung menyumbang sekitar 60 persen dari total produksi ubi kayu dan tapioka nasional. Namun, di tengah besarnya potensi ini, para petani singkong masih belum merasakan peningkatan kesejahteraan secara signifikan. Menurutnya, salah satu penyebab utamanya adalah lemahnya sistem tata niaga dan masih terbukanya keran impor yang tinggi.

“Ternyata kita telusuri persoalannya juga, Indonesia ini membuka keran impor yang cukup besar, baik itu tepung tapiokanya ataupun bahan baku umbinya,” ujar Doli.

Ahmad Doli juga menyoroti bahwa persoalan ini bukan semata-mata soal produksi atau teknologi pertanian, melainkan berkaitan langsung dengan kebijakan impor dan sistem distribusi yang tidak berpihak pada pelaku usaha lokal. Ia menilai selama ini perhatian terhadap tata niaga komoditas seperti singkong masih minim, padahal potensi ekonominya sangat besar jika dikelola dengan serius.

“Nah ini kan berarti kan problemnya, satu problem tata niaga yang menurut saya mungkin kita lupa atau luput selama ini menjadi perhatian kita bahwa ada komoditi yang memang betul-betul bisa menghasilkan devisa yang cukup besar juga sebenarnya. Nah yang harus kita perbaiki sekarang tata niaganya,” tambah Doli yang juga menjabat Wakil Ketua Umum DPP Partai Golkar.

Doli menekankan bahwa singkong seharusnya bisa menjadi komoditas strategis yang tidak hanya menopang ekonomi lokal, tetapi juga memperkuat ketahanan ekonomi nasional jika ditopang dengan tata kelola yang baik.

Untuk itu, Baleg DPR RI saat ini tengah menyusun Rancangan Undang-Undang tentang Komoditas Strategis. RUU ini dirancang sebagai payung hukum untuk memberikan kepastian dan perlindungan terhadap komoditas-komoditas unggulan nasional, termasuk singkong.

Baleg berharap RUU Komoditas Strategis ini dapat menjadi solusi konkret dalam memperbaiki ekosistem perdagangan singkong, mulai dari aspek produksi, distribusi, hingga pengendalian impor. Dengan begitu, diharapkan petani lokal dapat lebih sejahtera, industri dalam negeri lebih terlindungi, dan harga singkong tetap stabil di pasar.

Indonesia sendiri tercatat sebagai salah satu negara penghasil singkong terbesar di dunia, dengan total produksi mencapai 18,3 juta ton per tahun. Namun tanpa regulasi yang berpihak, potensi besar ini rawan tergerus oleh persaingan tidak sehat akibat masuknya produk luar negeri dalam bentuk tepung tapioka maupun bahan baku impor.

Kunjungan ke Lampung menjadi bagian dari upaya Baleg untuk menggali masukan langsung dari para pemangku kepentingan di daerah, serta memperkuat landasan argumentasi dalam pembahasan RUU Komoditas Strategis ke depan.

Leave a Reply