Berita Golkar – Anggota Komisi II DPR RI, Ahmad Doli Kurnia memberikan tanggapan terkait wacana perubahan status Kota Solo atau Surakarta menjadi daerah istimewa. Diketahui, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mencatat ada enam daerah yang mengajukan status daerah istimewa, salah satunya adalah Kota Solo.
Namun, Doli menegaskan bahwa dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, status daerah istimewa hanya berlaku untuk provinsi, bukan kabupaten atau kota.
Status Daerah Istimewa Hanya untuk Provinsi
Doli menjelaskan bahwa menurut sistem hukum yang ada, hanya provinsi yang dapat diberikan status daerah istimewa, seperti Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan Daerah Khusus Jakarta. Hal ini disampaikan saat ditemui di Kompleks Parlemen, Jakarta, pada Jumat (25/4/2025), dikutip dari TribunNews.
“Kalau kabupaten atau kota, tidak ada istilah daerah istimewa. Yang ada hanya provinsi,” kata Doli.
Menurutnya, status istimewa harus memiliki dasar sejarah yang kuat, seperti yang dimiliki Yogyakarta, yang memiliki peran besar dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Begitu pula dengan Aceh, yang pada masa lalu mendapatkan status istimewa karena kontribusi rakyat Aceh dalam perjuangan kemerdekaan, meskipun status itu kini telah berubah menjadi otonomi khusus.
Alasan Sejarah dan Budaya Tidak Cukup untuk Solo
Doli juga mengingatkan agar penggunaan istilah “istimewa” tidak disalahartikan sebagai alasan untuk memberikan hak istimewa kepada kota-kota lain hanya berdasarkan faktor sejarah atau kebudayaan.
“Yogyakarta itu istimewa karena alasan sejarah dan budaya yang kuat. Solo memang punya keraton, namun itu belum cukup sebagai alasan untuk mendapatkan status istimewa,” jelasnya.
“Kalau semua daerah menggunakan alasan sejarah dan budaya, nanti daerah lain juga ikut-ikutan meminta status istimewa juga,” tambahnya.
Pemerintah Harus Hati-hati dengan Usulan Perubahan Status Daerah
Ahmad Doli juga mengingatkan pemerintah agar tidak terburu-buru dalam merespons usulan perubahan status wilayah.
Kemendagri harus berhati-hati, karena jika satu daerah disetujui, bisa memicu daerah lain untuk mengajukan permohonan yang sama dengan berbagai alasan.
“Apakah tanpa status istimewa, Solo tidak bisa maju? Apakah dengan status istimewa pasti lebih maju? Belum tentu,” tegasnya.
Tidak Ada Dasar Hukum untuk Status Istimewa Kota
Doli menegaskan, hingga saat ini tidak ada dasar hukum yang mengatur pemberian status istimewa untuk daerah setingkat kota.
Menurutnya, istilah daerah khusus atau daerah istimewa hanya diakui pada level provinsi, dengan pertimbangan yang sangat spesifik.
“Yang kita kenal hanya Daerah Khusus Jakarta dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Solo belum punya landasan hukum atau sejarah yang cukup untuk itu,” tandasnya.
Usulan Solo Jadi Daerah Istimewa Mencuat di DPR
Sebelumnya, usulan menjadikan Solo sebagai Daerah Istimewa muncul dalam rapat Komisi II DPR RI bersama Kementerian Dalam Negeri di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (24/4/2025).
Dirjen Otonomi Daerah Kemendagri, Akmal Malik, mengungkapkan bahwa ada enam wilayah yang mengajukan diri untuk menjadi daerah istimewa, termasuk Surakarta.
Akmal membeberkan tumpukan usulan yang masuk ke Kemendagri, termasuk 42 pengajuan pembentukan provinsi, 252 kabupaten, 36 kota, hingga permintaan status khusus dan istimewa.
“Per April 2025, ada enam wilayah yang meminta status daerah istimewa dan lima wilayah minta status daerah khusus. Ini PR besar yang harus dibicarakan bersama DPR karena menyangkut amanat undang-undang,” kata Akmal.
DPR: Status Istimewa Memerlukan Pertimbangan Matang
Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Aria Bima, mengakui adanya dorongan dari sejumlah pihak untuk menjadikan Solo sebagai Daerah Istimewa. Namun, hal ini perlu pertimbangan yang sangat matang.
“Kita harus hati-hati. Jangan sampai pemberian status istimewa malah menimbulkan rasa ketidakadilan bagi daerah lain,” jelas Aria.
Aria mengingatkan bahwa pemberian status istimewa atau khusus harus didasari oleh sejarah, administrasi, dan kebudayaan yang kuat, tanpa mengorbankan rasa keadilan antar wilayah.
Solo Sudah Maju Tanpa Status Istimewa
Menurut Aria, meskipun Solo memiliki rekam jejak sejarah yang signifikan, terutama terkait dengan perjuangan melawan penjajah dan kekayaan budayanya, relevansi untuk memberikan status istimewa kepada Solo saat ini patut dipertanyakan.
“Solo kini sudah menjadi kota dagang, kota industri, dan kota pendidikan. Solo tidak berbeda dengan banyak kota besar lain di Indonesia,” tegasnya.
Komisi II, menurut Aria, belum melihat urgensi atau prioritas untuk membahas usulan tersebut. “Kami masih fokus pada hal-hal yang lebih substansial dalam agenda legislatif,” tambahnya.
Isu tentang pemberian status daerah istimewa bagi Kota Solo menunjukkan pentingnya pertimbangan historis, budaya, dan administratif dalam setiap keputusan yang diambil oleh pemerintah. Komisi II DPR RI mengingatkan untuk tidak sembarangan memberikan status keistimewaan karena bisa memicu rasa ketidakadilan antar daerah.
Dengan tetap mengedepankan prinsip keadilan, pemerintah diharapkan dapat membuat keputusan yang bijaksana mengenai perubahan status wilayah, guna menghindari dampak negatif di masa depan. {}